Pengaruh Sastra dalam Pengembangan Karakter dan Kepribadian Anak
Oleh : Zahra Adni Kamila
KilatNews.Co – Personality atau kepribadian berasal dari bahasa Yunani-kuno, yaitu prosopon atau persona yang artinya “topeng”, yang biasa dipakai artis dalam teater. Jadi, konsep awal dari pengertian personality (pada masyarakat awam) adalah tingkah laku yang ditampakkan pada lingkungan sosial, kesan mengenai diri yang diinginkan agar dapat ditangkap oleh lingkungan sosial.
Dalam kamus besar bahasa indonesa (KBBI) Kepribadian merupakan hak untuk menggunakan harkat martabat manusia (jiwa, tubuh, kehormatan) dengan leluasa. Begitu pula Kepribadian menurut Adolf Heuken S.J. dalam bukunya yang berjudul Tantangan Membina Kepribadian (1989 : 10), menyatakan sebagai berikut:
“Kepribadian adalah pola menyeluruh semua kemampuan, perbuatan serta kebiasaan seseorang, baik yang jasmani, mental, rohani, emosional maupun yang sosial. Semuanya ini telah ditatanya dalam caranya yang khas di bawah beraneka pengaruh dari luar. Pola ini terwujud dalam tingkah lakunya, dalam usahanya menjadi manusia sebagaimana dikehendakinya”.
Menurut Surya (2005) mengungkapkan bahwa karakter atau watak pada hakikatnya merupakan sisi kepribadian yang berkaitan dengan aspek-aspek moralitas normative yang berlaku. Jadi kualitas watak seseorang akan dilihat darri penampilan kepribadiannya ditinjau dari sudut timbangan norma-norma moral. Seseorang bisa dikatakan memiliki kualitas watak yang baik apabila menampilkan perilaku yang sesuai dengan norma-norma moral yang berlaku.
Berdasarkan uraian mengenai batasan karakter tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa dimaksudkan dengan karakter adalah nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan tindakan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata karma, budaya, dan adat istiad.
Sastra memiliki pengaruh sangat besar terhadap pengembangan karakter dan kepribadian anak. Hal ini disebabkan karena karya sastra pada dasarnya membicarakan berbagai nilai-nilai kehidupan juga sastra berbicara tentang berbagai persoalan hidup manusia, tentang kehidupan di sekitar manusia, tentang kehidupan pada umumnya, yang semuanya diungkapkan dengan cara dan bahasa yang khas. Artinya, baik cara pengungkapan maupun bahasa yang dipergunakan untuk mengungkapkan berbagai persoalan hidup, atau biasa disebut gagasan, adalah khas sastra, khas. Pada dasarnya semua orang membutuhkan sastra. Terlebih anak, sastra sangat dibutuhkan dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya. Sastra menurut Lukens (1999: 10) menawarkan dua hal utama, yaitu kesenangan dan pemahaman.
Sastra hadir kepada pembaca pertama-tama adalah memberikan hiburan, hiburan yang menyenangkan. Sastra menampilkan cerita yang menarik, mengajak pembaca untuk memanjakan fantasi, membawa pembaca ke suatu alur kehidupan yang penuh dayasus-pense, daya yang menarik hati pembaca karenanya, “mempermainkan” emosi pembaca sehingga ikut larut ke dalam arus cerita, dan kesemuanya itu dikemas dalam bahasa yang juga tidak kalah menarik. Lukens (1999:4) menegaskan bahwa tujuan memberikan hiburan, tujuan menyenangkan dan memuaskan pembaca, tidak peduli pembaca dewasa ataupun anak-anak, adalah hal yang esensial dalam sastra.
Stewig (1980: 18-20) juga menegaskan bahwa salah satu alasan mengapa anak diberi buku bacaan sastra adalah agar mereka memperoleh kesenangan dan kenikmatan. Selain itu, bacaan sastra juga mampu menstimulasi imajinasi anak, mampu membawa ke pamahaman terhadap diri sendiri dan orang lain dan bahwa orang itu belum tentu sarna dengan kita.
Jadi, Stewig juga mengungkapkan peran sastra bagi anak adalah bahwa di samping memberikan kesenangan juga memberikan pemahaman yang lebih baik terhadap kehidupan ini. Selain itu sastra juga membantu anak dalam pembentukan kepribadian serta karakter yang baik. Perkembangan anak akan berjalan wajar dan sesuai dengan periodenya bila disuguhi bahan bacaan yang sesuai pula. Artinya sastra anak yang memang layak dikonsumsi bagi anak- anak.
Sastra yang akan dikonsumsikan bagi anak harus mengandung tema yang mendidik, alurnya lurus dan tidak berbelit- belit, menggunakan setting yang ada di sekitar mereka atau ada di dunia mereka, tokoh dan penokohan mengandung peneladanan yang baik, gaya bahasanya mudah dipahami tapi mampu mengembangkan bahasa anak, sudut pandang orang yang tepat, dan imajinasi masih dalam jangkauan anak.
Bacaan sastra anak dapat dimanfaatkan untuk hal-hal sebagai berikut:
- mengembangkan daya imajinasi.
- pemahaman perbedaan bentuk, warna, jumlah, dan ukuran
- membangkitkan pemahaman tentang benda atau kenyataan tertentu, serta
- membangkitkan kesadaran tentang kesehatan, kebersihan, bersikap pada orang lain dengan acuan- acuan yang bersifat konkret.
Kita sering tidak menyadari bahwa berbagai hal dan aktivitas yang kita lakukan, atau dilakukan orang lain, juga oleh anak-anak, adalah bernuansa bersastra. Maka, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa sebenarnya kita hidup dikelilingi sastra (anak). Ada berbagai contoh keadaan dan aktivitas yang menunjukkan kondisi dan aktivitas bersastra anak di sekeliling kehidupan keseharian kita.
Dilihat dari keadaan yang demikian, sebenarnya sastra anak merupakan sesuatu yang amat kita akrabi dan sekaligus dapat dijadikan sarana strategis untuk menanam, memupuk, dan mengembangkan berbagai nilai yang ingin kita wariskan kepada anak yang bertujuan untuk pembentukan karakter.
Berbagai hal dan aktivitas yang dimaksud dicontohkan, misalnya, ketika si buah hati menangis atau ketika ingin menyenangkan si buah hati, si Ibu bernyanyi-nyanyi, nembang, rengeng-rengeng, atau menina bobokan sampai si buah hati diam dan tertawa-tawa senang, Ketika si buah hati membolak-balik buku dan gambar yang dipegangnya, si Ibu menunjukkan dan atau mengajari nama-nama gambar, huruf, atau angka terkait sehingga anak terlihat puas memahami. Ketika si buah hati menjelang tidur, si Ibu bercerita, entah cerita yang pernah didengar, dibaca, atau cerita karangan sendiri, dan entah sudah diulang berapa kali, sampai si anak tertidur membawa ceritanya ke alam mimpi dengan senyum dikulum yang amat memesona buat Ibu.
Dalam Pembelajaran tentang karakter dan kepribadian sastra seperti kedisiplinan, kejujuran, tanggung jawab, mau mengakui kesalahan, religius, dan lain-lain pada anak akan lebih efektif jika disampaikan lewat cerita dengan tokoh yang berkarakter daripada disampaikan secara langsung dan vulgar.
Lewat cara pertama akan terbentuk pengertian, pemahaman, dan kemudian terjadilah proses internalisasi dalam diri anak. Anak ingin bersikap dan berperilaku sebagaimana halnya tokoh cerita yang menjadi heronya (pahlawan). Saat usia tersebut, keinginan anak untuk selalu menirukan segala sesuatu yang dikagumi masih amat besar.
Hal ini menjadi potensi yang dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran karakter. Sebaliknya, lewat cara kedua, yaitu disampaikan secara langsung dan vulgar, akan lebih bersifat kognitif, diketahui, dan dipahami, tetapi tidak diamalkan dalam perilaku hidup keseharian.
Melalui sastra, anak juga akan diarahkan untuk berpikir logis tentang hubungan sebab akibat yang tertuang didalamnya. Secara tidak langsung anak akan mempelajari bahkan mengkritisi hubungan yang ditimbulkan tersebut.
Tidak hanya itu, sastra juga mampu mengajak anak untuk berpetualang ke berbagai penjuru dunia melewati batas waktu dan tempat. Daya imajinasi yang ditimbulkan melalui sastra akan berkorelasi signifikan dengan daya cipta. Imajinasi akan memancing tumbuh dan berkembangnya daya kreativitas (Nurgiyantoro, 2013:40).
Dengan demikian, anak akan mampu berpikir kreatif (creative thinking) untuk selalu produktif. Dalam menentukan kepribadian kita perlu untuk mengetahui faktor-faktor yang membentuk kepribadian itu sendiri, menurut Freud dalam buku karangan Zaviera yang berjudul Teori Kepribadian Sigmun Freud (2008) mengatakan bahwa Perilaku manusia mendapat motivasi dan dorongan dari alam bawah sadar, namun kita sering terdorong untuk mengingkari seluruh bentuk motif ini naik ke alam sadar.
Oleh karena itu motif-motif itu kita kenali dalam wujud samar-samar. Freud juga membagi struktur kepribadian menjadi id, ego, dan superego. Id merupakan sistem kepribadian yang asli, tempat ego dan superego berkembang. Id bekerja sejalan dengan prinsip kenikmatan, yaitu dorongan untuk memenuhi kebutuhan dengan serta merta, yang disebut proses primer.
Ego berfungsi berdasarkan prinsip relitas, yaitu memenuhi kebutuhan berdasarkan objek yang sesuai dan dapat ditemukan dalam kenyataan, yang disebut proses sekunder. Superego adalah permujudan internal dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat, superego memiliki dua sisi, yaitu nurani (conscience) yang merupakan internalisasi dari hukuman, dan ego ideal yang berasal dari pujian dan contoh yang baik. Menurut (Hall&Lindzey, 1993: 67) Pola perilaku dan kepribadian seseorang akan ditentukan oleh pengalaman waktu kecil.
Sedangkan pada karakter terdapat 2 faktor dalam pembentukan karakter yaitu bawaan dari dalam diri anak dan pandangan anak terhadap dunia yang dimilikinya, seperti pengetahuan, pengalaman, prinsip-prinsip moral yang diterima, bimbingan, pengarahan dan interaksi (hubungan) orangtua-anak. Lingkungan yang positif akan membentuk karakter yang positif pula pada anak. Berkaitan dengan karakter, Saryono (2009:52—186) mengemukakan bahwa genre sastra yang dapat dijadikan sarana untuk pengembangan karakter antara lain, genre sastra yang mengandung nilai atau aspek yaitu literer-estetis, humanistis, etis dan moral, dan religius- sufistis-profetis.
Keempat nilai sastra tersebut dipandang mampu mengoptimalkan peran sastra dalam pengembangan karakter anak. Untuk menjadikan sastra sebagai pengembangan karakter dan kepribadian, anak harus memiliki ketertarikan kepada sastra tersebut. Orang tua berperan besar dalam hal ini, orang tua harus mengenalkan sastra kepada anak dan membuat anak tertarik kepada sastra.
Sastra anak pada dasarnya merupakan ”wajah sastra” yang fokus utamanya demi perkembangan anak. Di dalamnya, mencerminkan liku-liku kehidupan yang dapat dipahami oleh anak, melukiskan perasaan anak, dan menggambarkan pemikiran-pemikiran anak. Sastra anak hendaknya memiliki nilai-nilai tertentu yang dapat berpengaruh terhadap perkembangan kejiwaan anak. Perkembangan kepribadian akan terlihat tatkala anak mencoba memperoleh kemampuan untuk mengekspresikan emosinya terhadap orang lain, dan mengembangkan perasaannya mengenai harga diri dan jati dirinya.
Cerita dalam sastra anak secara tidak sadar telah mendorong atau mengajari anak untuk mengendalikan berbagai emosi. Menurut Tarigan, sastra anak pada khususnya memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pembacanya salah satunya adalah menanamkan pendidikan karakter.
Pendidikan karakter dapat terlihat dalam unsur-unsur pembangun dalam karya sastra anak. Melalui unsur-unsur pembangun tersebut, sastra hadir untuk menanamkan nilai-nilai karakter yang bermanfaat bagi pembacanya yaitu anak dalam perkembangan dan pembentukan kepribadian, anak memerlukan segala informasi tentang dunia, tentang segala sesuatu yang ada dan terjadi di sekelilingnya.
Anak juga ingin mengetahui berbagai informasi tentang apa saja yang dijangkau pikirannya. Informasi yang diperlukan dapat diperoleh dari berbagai sumber, seperti media cetak, media elektronika, dan buku bacaan, termasuk bacaan sastra.
Bacaan yang dikonsumsi anak tentu akan berpengaruh pada perkembangan kepribadian dan karakternya seperti sikap, mental, dan perilaku anak yang ditunjukkan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai orang tua kita harus memberi bacaan-bacaan sastra anak dan perilaku yang baik agar terbentuknya kepribadian dan karakter yang baik pada anak, karena anak akan meniru apa yang ia baca serta perilaku orang tuanya. Bacaan sastra pada anak mempunyai kontribusi yang besar bagi perkembangan kepribadian dan karakter anak menuju masa kedewasaannya.
Karakter akan terbentuk sebagai hasil pemahaman 3 hubungan yang pasti dialami setiap manusia (triangle relationship), yaitu hubungan dengan diri sendiri (intrapersonal), dengan lingkungan (hubungan social dan alam sekitar), dan hubungan dengan Tuhan YME (spiritual). Setiap hasil hubungan tersebut akan memberikan pemaknaan/pemahaman yang pada akhirnya menjadi nilai dan keyakinan anak (Wibowo, 2011).
Untuk itu menumbuhkan pemahaman positif pada diri anak salah satunya dengan memberikan kepercayaan untuk mengambil keputusan untuk dirinya sendiri sangatlah penting. Membiarkan anak bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan juga mempengaruhi pembentukan karakter seorang anak.
Zahra Adni Kamila. Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Daftar Pustaka
Anafiah, Siti. 2017. SASTRA ANAK SEBAGAI MEDIA PENANAMAN PENDIDIKAN KARAKTER. Jogjakarta : Jurnal Akademik.
Farahiba, Ayyu Subhi. 2017. EKSISTENSI SASTRA ANAK DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER PADA TINGKAT PENDIDIKAN DASAR. Malang : Jurnal Pendidikan Nilai dan Pembangunan Karakter Vol. 1, No. 1.
Hasanah, Muhimmatul. 2015. dinamika kepribadian menurut psikologi islam. vol. 6, no. 2.
Kanzunnudin, Mohammad. 2012. PERAN SASTRA DALAM PENDIDIKAN KARAKTER. Jogjakarta.
Luthfiyanti, Lita, Fithratunnisa. 2017. peran sastra dalam pengembangan anak. Banjarmasir : Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya. Vol. 2, No.2.
Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Sastra Anak dan Pembentukan Karakter. Yogyakarta : Jurnal Cakrawala Pendidikan.
Sundari, Riris setyo. 2016. Pengembangan Kepribadian dalam Pembelajaran Seni Tari di Sekolah. Vol. 10, No. 1.