Konflik Berkepanjangan: Ketua Rayon Menghilang hingga Pemaksaan Sepihak Merekrut Kepengurusan
Oleh : Rahmad Adi Nugroho
Kilatnews.co – Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Rayon Ashram Bangsa adalah Rayon PMII tertua di Indonesia. Belum selesainya konflik di Rayon Ashram Bangsa yang berawal dari terselenggaranya Rapat Tahunan Anggota Rayon (RTAR) secara sepihak, justru malah berbuntut panjang hingga saat ini. RTAR yang dilaksanakan secara sepihak semenjak awal, dirasa mencederai peraturan organisasi. Ketua Rayon sebagai pimpinan tertinggi justru malah mengemukakan kebohongan. Padahal sudah tertera jelas di dalam surat keputusan No:202.PR-LIV.V-05.01-192.A-0.09.2021 tentang Pelaksanaan Rapat Tahunan Anggota Rayon (RTAR) Rayon Ashram Bangsa Tahun 2021, secara sepihak tanpa melibatkan Sekretaris dan Pengurus Rayon lainnya.
Dalam konsideran Memperhatikan menyebutkan bahwa “Hasil Rapat Pengurus Rayon Ashram Bangsa Masa Khidmah 2020-2021”, padahal realitanya di dalam rapat tersebut belum menyepakati apapun. Dari sini kita bisa melihat bahwa seorang Pimpinan Tertinggi yang seharusnya menjadi titik sentral di dalam roda organisasi, malah menggunakan jabatannya dengan sewenang-wenang dan bersifat otoriter.
Tidak hanya sampai disini, Ketua Rayon sebagai pimpinan tertinggi organisasi tidak menyelesaikan masalah ini dengan bijak, justru malah menghilang tanpa dapat dikomunikasikan oleh siapapun, termasuk oleh Mabinra (Majelis Pembina Rayon) dimana posisinya adalah sebagai pembina bagi kepengurusan Rayon masa khidmat 2020-2021 yang dipimpin oleh Sahabat Moh. Suhdy. Hilangnya rasa tanggung jawab dari Ketua Rayon menyebabkan konflik yang terjadi di tubuh Rayon Ashram Bangsa jadi berkepanjangan dan belum menemukan titik terang.
Menghilangnya Ketua Rayon Ashram Bangsa menandakan ketidakmampuan dirinya dalam menyelesaikan konflik yang terjadi di dalam organisasi. Selogan yang selalu di gaung-gaungkan oleh kader PMII adalah “Mundur satu langkah adalah bentuk penghianatan”, lantas patut disebut apa jika seorang Pemimpin Organisasi melarikan diri dari sebuah permasalahan? Hati kita masing-masing yang mampu menjawabnya tanpa harus dijabarkan disini.
Hal memalukan yang dilakukan oleh Ketua Rayon Ashram Bangsa 2020-2021 berdampak sampai kepada angkatan dibawahnya, yang dimana hal ini adalah Korp Angkatan 2019 sebagai angkatan yang akan menjadi pengurus Rayon selanjutnya. Akibatnya, terdapat konflik yang tak terelakkan di dalam Korp Angkatan 2019 yang berakhir harus bertemunya kedua belah pihak. Pertemuan antara kedua belah pihak dilaksanakan pada tanggal 19 September 2021 yang bertempat di Kopi Masdon. Di dalam forum pertemuan Korp Angkatan 2019 masing-masing pihak masih tetap berada pada pendiriannya sendiri. Terdapat dua argumen yang saling berseberangan antara argumen yang menerima seluruh rangkaian RTAR ke-LV dan argumen yang tidak menerima RTAR ke-LV.
Di dalam forum tersebut, masing-masing pihak memiliki alasan-alasan tersendiri demi mempertahankannya. Dari pihak yang menerima seluruh rangkaian RTAR ke-LV ini memiliki alasan mengenai:
- Waktu, dikarenakan beberapa Rayon yang ada di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta telah melaksanakan MAPABA. Ashram Bangsa yang dipandang sebagai Rayon tertua dinilai tertinggal dalam proses penjaringan kader.
- Nasib Ketua Terpilih, mengingat pamflet ketua terpilih dalam RTAR yang dirasa sepihak tersebut sudah menyebar kemana-mana, hal tersebut dikhawatirkan berdampak buruk bagi dirinya.
- Marwah Ashram Bangsa, apabila dilaksanakannya RTAR ulang dirasa akan menyebabkan banyak orang yang mempertanyakan marwah Rayon Ashram Bangsa karena konflik ini sudah menjadi isu publik.
Di sisi lain, pihak yang tidak menerima atas terselenggaranya RTAR ke-LV membeberkan alasan penolakan karena beberapa hal:
- Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh Ketua Rayon 2020-2021 Tidak Sesuai dengan Fakta yang ada.
- Garis Besar Haluan Organisasi (GBHO) dan Garis Besar Haluan Kerja (GBHK) belum terbukti sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan oleh kepengurusan Korp 2019, dalam proses sidang RTAR ke-LV yang membahas mengenai GBHO dan GBHK terkesan terburu-buru tanpa melibatkan Korp Angkatan 2019 sedikitpun, padahal Korp Angkatan 2019 lah yang akan menjadi pengurus selanjutnya.
- LPJ Pengurus tidak dipertanggungjawabkan oleh bidang yang bersangkutan, dalam hal ini yang seharusnya mempertanggungjawabkan kinerjanya selama satu periode adalah orang yang diberi amanah dalam bidang tersebut, contoh kasusnya adalah seorang Sekretaris Jenderal Rayon dan Ketua 1 Ashram Bangsa 2020-2021 yang sudah berada di lokasi RTAR pun tidak diberi kesempatan untuk mempertanggungjawabkan LPJ tersebut.
- PPKM di D.I Yogyakarta sudah memasuki Level 3, mengingat persoalan yang dipermasalahkan adalah perizinan, maka saat ini bukan hambatan karena sudah banyak acara besar yang dilaksanakan dan mendapatkan perizinan.
- Pemotongan Proses bagi Korp angkatan 2019, hal ini karena kader Angkatan 2019 yang akan melanjutkan kepengurusan tidak dilibatkan sama sekali dan tidak mendapatkan pembelajaran RTAR secara utuh.
- Undangan RTAR telat, pada surat keputusan hanya menyantumkan mekanisme RTAR, tidak dengan waktu pelaksanaan RTAR dan undangan di share mendadak 1 jam sebelum pelaksanaan.
Argumen-argumen dengan alasan yang sedemikian rupa membuat rapat Korp Angkatan 2019 menjadi panas. Kemudian ada salah satu kader Angkatan 2019 yang mengikuti forum tersebut mengusulkan untuk harus dihadirkannya poros tengah yang dirasa tidak memiliki kepentingan apapun. Lalu hal ini ditanggapi oleh peserta forum rapat Korp Angkatan 2019 yang mengusulkan untuk membawa hal ini ke MABINRA (Majelis Pembina Rayon) yang dirasa mustahil untuk berpihak dan memiliki kepentingan pada permasalahan ini. Forum menyepakati hal ini disertai dengan penegasan bahwa tidak boleh ada gerakan apapun, bahkan jika ada gerakan sepihak akan mencederai hasil kesepakatan pada forum rapat Korp Anggkatan 2019.
Belum lama satu hari setelah rapat Korp Angkatan 2019, pihak yang dalam hal ini ngotot menerima RTAR Rayon Ashram Bangsa ke-LV ini menghianati keputusan forum rapat Korp Angkatan 2019 dengan melakukan gerakan sepihak, yaitu membentuk struktur kepengurusan Rayon Ashram Bangsa 2021-2022 secara sepihak dan tergesa-gesa. Hal ini dinilai tidak bijaksana sekali hingga berdampak pada kegaduhan yang lebih parah di dalam WhatsApp Grup Korp Angkatan 2019. Pihak yang melakukan hal ini cenderung tidak mempertanggungjawabkan apa yang telah diperbuatnya.
Hal yang lebih parah dan memalukan lagi adalah pencantuman nama orang di dalam struktur kepengurusan 2021-2022 tanpa adanya konfirmasi yang jelas terhadap orang yang dicantumkan namanya. “Saya tidak tahu sama sekali adanya konflik ini, tiba-tiba saya mendapatkan pesan WhatsApp dari teman saya dan ditawari untuk menjadi pengurus rayon dan menduduki jabatan tertentu” jelas Haikal Habiburrahman selaku kader Korp Angkatan 2019. Hal ini sungguh sangat politis sekali, tidak jauh berbeda dengan politikus yang melelang kursi bagi orang lain.
Tidak berhenti disitu, kegaduhan yang tidak terelakkan yang terjadi di dalam Whatsaap Grup Korp Angkatan 2019 membuat muak hingga murka atas apa yang terjadi. Akibat dari itu, sejumlah 15 (lima belas) kader Korp Angkatan 2019 memutuskan untuk keluar dari WhatsApp Grup. Jika Pimpinan Organisasi tidak segera membuat kebijakan untuk menyelesaikan konflik ini, maka akan lebih banyak lagi orang yang muak dan murka, bahkan memutuskan keluar dari Organisasi ini karena kekonyolan yang di pertontonkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Menurut penulis, solusi yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan ini adalah dengan cara mendudukkan permasalahan ini bersama warga Rayon Ashram Bangsa melalui i’tikad baik Ketua Rayon 2020-2021 sebagai pimpinan tertinggi. Apabila tidak mampu diselesaikan di forum itu, maka alangkah baiknya adalah bertemu dengan MABINRA (Majelis Pembina Rayon) kepengurusan Rayon 2020-2021 untuk dilaksanakannya RTAR ulang yang dinilai telah mencederai AD/ART PMII dan membuat RTAR yang demokratis dan seadil-adilnya, lagi dan lagi, hal ini tergantung kepada kebijaksanaan dan i’tikad baik dari Ketua Rayon Ashram Bangsa 2020-2021, Moh. Suhdy. Karena menurut pepatah, “Pemimpin yang bijak adalah pemimpin yang mampu memaslahatkan kebaikan bersama”.
Rahmad Adi Nugroho. Penulis adalah Mahasiswa Hukum Tata Negara, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta