Tips Bikin Financial Planning Supaya Anak Kos Tak Kelaparan Di Akhir Bulan
Oleh : Idha Nafiatul Aisyi
Kilatnews.co – Banyak orang menyangka hidup sebagai anak kos begitu mengasyikan, bisa mandiri dan melakukan apapun yang kita sukai secara bebas tanpa diawasi oleh orang tua. Padahal, menjadi anak kos yang notabene adalah perantau tak semenyenangkan seperti yang banyak orang bayangkan.
Salah satu tantangan terberat bagi anak kos adalah mengelola uang. Kita pasti sering kali tergoda untuk membelanjakan uang di awal bulan setelah transferan atau gajian datang. Lalu kita tiba-tiba kaget karena di pertengahan bulan ternyata uang sudah habis. Karena kantong kering, akhirnya terpaksa harus menghabiskan hari-hari hanya dengan mie instan.
Nah, kira-kira gimana sih supaya hal-hal yang disebutkan di atas tidak terjadi. Untuk meminimalisir kemungkinan buruk yang akan menimpa anak kos, yuk simak bagaimana cara membuat financial planningnya.
- Kelompokan kebutuhan dalam satu bulan di beberapa pos
Pos-pos ini akan memudahkan kita untuk mengatur pembagian uang secara detail. Ada banyak metode, salah satunya adalah kakeibo ala orang jepang. Kakeibo ini membagi pengeluaran dalam tiga pos; basic, sekunder, dan long-term. Pengeluaran basic ini misalnya kebutuhan untuk makan, membayar kos, bensin, dan membeli paket. Pengeluaran sekunder seperti skincare, traveling, nongkrong dengan teman, membeli baju, dan sebagainya. Pengeluaran long-term seperti tabungan atau uang darurat.
Baca Juga:
Selain kakeibo, ada juga salah satu metode dari Li Ka Shing, orang terkaya di Hong Kong, yang membagi pengeluaran dalam empat pos. Empat pos tersebut adalah biaya hidup, sosialisasi, edukasi, liburan, dan investasi. Li Ka Shing merasa bahwa sosialisasi dan edukasi ini menjadi unsur yang tak kalah penting selain biaya hidup paling dasar manusia.
Pos-pos ini tentu akan berbeda masing-masing individu sesuai dengan kebutuhan. Jangan sampai salah menganalisis kebutuhan untuk pengeluaran ya, Gais. Jangan-jangan nanti belum bisa bedain antara kebutuhan dan keinginan.
- Tentukan besarannya
Langkah selanjutnya setelah mengelompokan dalam beberapa pos, yakni menentukan besaran atau presentase pengeluaran uangnya. Misalnya, Li Ka Shing menempatkan sebesar 30% untuk biaya hidup, 20% untuk biaya sosialisasi, 15% untuk edukasi, dan 25% untuk investasi.
Alasan Li Ka Shing memberikan cukup besar pengeluaran untuk bersosialisasi yang hanya selisih 10% saja dengan kebutuhan hidup, yaitu karena ia percaya bahwa dengan berjejaring atau membangun networking yang baik akan turut serta mendekatkannya pada lebih banyak keuntungan.
Baca Juga:
Selain mampu menganalisis pengeluaran sesuai kebutuhan, anak kos juga harus bijak menentukan besaran pengeluarannya di masing-masing pos. Jangan sampai kita menempatkan pengeluaran lebih besar pada sekunder ketimbang yang basic. Ngga lucu juga kalau kita memotong biaya makan cukup drastis hanya demi liburan, misalnya. Kita memang berhasil mendapatkan kepuasan, tapi kalau setelah itu harus masuk rumah sakit karena sakit maag juga akan lebih membengkakan pengeluaran.
- Mencatat pengeluaran
Setelah mengelompokan pengeluaran sesuai dengan pos dan besaran yang dibutuhkan, langkah selanjutnya adalah mencatatnya. Kita perlu mencatat berapa uang yang kita miliki di awal, berapa rencana uang yang akan digunakan, dan bagaimana implementasi sebenarnya uang itu digunakan.
Baca Juga:
Meski sudah direncanakan seideal mungkin, kita biasanya menjumpai banyak pengeluaran tak terduga di tengah jalan. Dengan mencatat semua pengeluaran yang ada akan membuat kita bisa merespon dengan cepat apabila ada pembengkakan di luar yang sudah direncanakan.
Dengan mencatat, kita juga bisa tahu jika ada kebiasaan pengeluaran yang sebenarnya dapat diperbaiki. Misalnya, dengan mencatat seluruh biaya makan sehari-hari, maka kita dapat menarik kesimpulan bahwa makan dengan memasak dua kali lipat lebih hemat dibandingkan ketika membeli makanan di luar.
- Lakukan evaluasi
Lakukan evaluasi terhadap keuangan secara berkala dan konsisten. Kondisi akan terus berubah-ubah setiap harinya diluar dugaan. Dengan terbiasa melakukan evaluasi secara berkala, kita bisa dengan cepat merespon dan terbiasa pula menyesuaikan keadaan. Kita tidak mudah panik dan menjadi lebih tenang saat menghadapi cobaan yang akan berpengaruh terhadap keuangan kita.
Menjadi perantau otomatis menuntut kita untuk terbiasa menyelesaikan masalah sendiri. Selama jauh dari keluarga, kita pasti berharap sebisa mungkin tidak menyusahkan mereka. Dengan memiliki literasi keuangan yang cukup setidaknya dapat meminimalisir masalah yang terjadi. Dan orang lain seperti keluarga tak perlu bersusah payah ikut andil dalam menyelesaikan masalah keuangan yang kita hadapi.