Manajamen Risiko Bank Syariah Indonesia

Oleh: Muhammad Haikal Muslim

Scroll Untuk Lanjut Membaca
Manajamen Risiko Bank Syariah Indonesia

Manajemen risiko merupakan sistem atau pengaturan yang mengelola risiko pada perusahaan untuk menyelamatkan modal perusahaan, meminimalisir risiko yang akan terjadi pada perusahaan dan mengatasi/menangani risiko yang sudah terjadi.

Menurut Smith, manajemen risiko ialah sebuah proses identifikasi, kontrol dan pengukuran dari sebuah perusahaan atau proyek yang dapat menimbulkan kerugian pendapatan perusahaan dan menghancurkan perusahaan tersebut. Begitu pula yang harus dipersiapkan pada bank mengenai risiko-risiko yang akan menimpa proses bisnis yang ada di bank, lebih khusus pada bank syariah yang produk nya harus taat pada 2 aturan Otoritas Jasa Keuangan dan juga pada DSN MUI (Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia).

Dengan adanya pengawasan dari DSN-MUI, Bank Syariah tidak bisa menyalurkan uangnya ke sektor yang sudah dilarang oleh dewan pengawas syariah sehingga bank syariah tidak terlalu mendapatkan keuntungan lebih besar dari pada bank konvensional. Oleh karena itu, pertumbuhan bank-bank syariah di Indonesia sangatlah melambat.

Maka menerapkan manajemen risiko pada bank syariah sangat penting terutama pada hal inovasi. Bank syariah dituntut untuk berinovasi mulai dari segi perbaikan dalam bisnis, dan juga harus adaptif terhadap kemajuan teknologi. Yang dituntut bank syariah harus adaptif, yaitu mengembangkan secara mandiri fasilitas teknologi yang diperlukan, menyewa dan bekerja sama dengan konsultan IT untuk mengembangkan fasilitas, dan juga bekerja sama dengan bank lain seperti ATM bersama.

Pergerakan yang sangat baik untuk bank syariah di Indonesia yang diawali dari desakan atau gerakan Otoritas Jasa Keuangan, bank syariah dan unit usaha syariah untuk melakukan merger. Diantaranya PT. Bank Mandiri Syariah, PT. BNI Syariah, PT. BRI Syariah, Unit Usaha Syariah, PT. Bank Tabungan Negara Tbk. Dan pada tahun 2020 ditanggapi oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir yang merencanakan dan mengumumkan merger atau penggabungan tiga bank syariah, yaitu BRI Syariah, BNI Syariah dan Bank Mandiri Syariah.

Pada 1 februari 2021, penetapan kebijakan merger tiga bank ini mengejutkan dunia ekonomi Indonesia, khususnya pada sektor perbankan, yaitu penggabungan tiga bank syariah terbesar di Indonesia antara lain: Bank Mandiri Syariah, BRI Syariah dan BNI Syariah menjadi Bank Syariah Indonesia (BSI).

Penggabungan tiga bank syariah ini diharapkan bisa menjadi 10 bank terbesar baik di Indonesia maupun di dunia. Dengan pergabungan tiga bank ini, diharapkan membawa warna yang baik untuk perkembangan bank syariah dan siap menandingi bank raksasa yang ada di Indonesia, juga dengan adanya pergabungan ini memperluas jaringan atau jangkauan lebih luas ke seluruh indonesia.

Bank Syariah: Wajah Baru Perbankan

Adanya Bank Syariah ini semakin membawa wajah baru dan menjadikan pesaing baru untuk bank konvesional dan menjadikan pesaing baru di perbankan dunia. Kini Bank Syariah Indonesia (BSI) mempunyai modal yang cukup besar, yaitu sebesar Rp 239,56 triliun atau urutan ke-7 terbesar di industri perbankan nasional.

Adapun modal inti Bank Syariah Indonesia mencapai Rp 22,61 triliun. Perkembangan Bank Syariah Indonesia ini akan cepat karena sasaran dari BSI ini terhadap anak-anak milenial sebanyak 69.38 juta atau 25,87%. Millenial merupakan generasi yang paling banyak dari pada generasi-generasi lainnya.

Dengan perubahan Bank Mandiri Syariah, BRI Syariah dan BNI Syariah setelah merger jadi Bank Indonesia Syariah seperti nasabah yang semakin luas atau banyak, investor yang semakin ramai menginventasikan hartanya, karyawan dari Bank Syariah Indonesia di seluruh Indonesia sekitar 20 ribu pegawai.

Keunggulan Produk BSI

Produk Bank Syariah Indonesia pun unggul dari bank syariah lainnya, dikarenakan Bank Syariah Indonesia akan mengembankan lagi dari produk-produk yang menjadi unggulan dari masing-masing tiga bank syariah tersebut. Misalnya, BRI Syariah mempunyai keunggulan pada produk UMKM, kemudian BNI Syariah mempunyai keunggualan pada produk KPR (Kredit/Pembiayaan Pemilikan Rumah) dan Bank Mandiri Syariah mempunyai keunggulan pada produk gadai emas.

Pergabungan tiga bank ini membuat produk yang ditawarkan BSI menjadi semakin luas dan harapannya semakin inovasi dan kreatif membuat produk orisional

Namun dengan adanya penggabungan ini, Bank Syariah Indonesia harus siap mempunyai masalah besar. Dan sekarang Bank Syariah Indonesia mengalami masalah terbesar, bukan pada bagian eksternal tapi pada bagian internalnya, yaitu culter shock/perbedaan budaya di masing-masing bank. Disinilah perlunya manajemen risiko, selain inovasi, yaitu perlu positioning masing-masing bank dengan cara taawun/tafahum antar bank, masing-masing tiga bank tersebut harus fokus pada core bisnis atau tujuan Bank Syariah Indonesia, dan semangat untuk berkompetisi dengan bank lainnya, bukan berkompetisi dengan sesama karyawan, pejabat bank dan sebagainya.

Jadi, penerapan manajemen risiko ini berhasil dan sangatlah membantu suatu perusahaan. Sebagaimana pada Bank Syariah Indonensia yang mencegah pertumbuhan modal atau pendapatan yang sangat melambat dari bank konvensional. Dengan penggabungan ini Bank Syariah Indonesia mempunyai modal signifikan naik, dan pendapatan yang lebih sehingga terbukti bisa mendapatkan posisi ke 7 bank terbesar di indonesia yang siap memasukin peringkat 10 bank syariah di dunia.

Kelebihan lainnya, setelah menerapkan manajemen risiko ini, bank syariah mempunyai jaringan ATM yang luas di seluruh indonesia, mempunyai fasilitas mandiri yang diperlukan dan mempunyai berbagai vendor-vendor ataupun para investor yang siap menyulitikan dananya untuk Bank Syariah Indonesia.

Muhammad Haikal Muslim. Penulis adalah Mahasiswa STEI SEBI, Depok

 

Reporter: KilatNews