Senjata-Senjata Gus Baha dan Buya Syakur Yasin Dalam Menghadapi Nafsu
Oleh : Fariz Amrullah
Perang besar yang kita hadapi, ujar Nabi Muhammad SAW, ialah memerangi atau menguasi hawa nafsu. Ungkapan Nabi SAW yang merupakan hadits tersebut, pernah dikutip dan dipuisikan oleh salah seorang penyair kenamaan Ajip Rosidi, seperti ini:
“Perang Badar yang kecil telah kita menangkan. Tapi perang yang besar adalah menguasai nafsumu sendiri”
Sabda Nabi telah kuhafal. Tapi lumut liar malah kian tebal
Betapa tidak, kebanyakan kita masih kerap hilang kendali, serta takluk oleh kuasa nafsu. Alih-alih dapat mengendalikan, kita justru yang dikendalikan nafsu. Jika kembali ke puisi Ajip Rosidi di atas, lumut liar dalam hati kita kian tebal, ya karena kita lebih mendengar dan menuruti nafsu.
Baca Juga:
Usai rektor UI, Kini Sekjen DPR RI Indra Iskandar Rangkap Jabatan Komisaris
Mengendalikan atau mengalahkan nafsu selalu menjadi problem, dan sering kita pertanyakan bagaimana caranya agar nafsu dapat terkendalikan? Penjelasan atas pertanyaan ini, di antaranya penulis temukan dalam pengajian Gus Baha dan Buya Syakur Yasin.
Pada suatu pengajian, Gus Baha pernah menjelaskan, caranya agar kita tidak takluk, menurut pada hawa nafsu. Ada dua, yaitu:
Pertama, miliki khauf (takut) pada Allah SWT. Milikilah kesadaran bahwa perbuatan menurutkan diri pada nafsu merupakan hal yang tidak disukaiNya. Kedua, dengan terdapatnya rasa cinta yang amat sangat kepada Allah SWT. Pecinta tentu tak akan mengecewakan yang dicintainya. Memberi jalan atau membiarkan diri kita terkuasai oleh nafsu, tentu mengecewakan Allah SWT.
Adapun Buya Syakur Yasin, mengkonsepsikan nafsu begini; sekuat apapun kita memukul nafsu, nafsu akan kembali. Nafsu dalam konsepsi Buya Syakur Yasin merupakan hal yang terus mengusik kita, terus mendatangi kita. Dihajar, dipukul, digebuk, nafsu tidak pernah mati.
Nafsu selalu kita jumpai selama kita masih hidup. Karenanya, menurut Buya Syakur, biarkan Allah SWT yang membereskan semuanya. Pasrahkanlah, Allah SWT yang perlahan akan memperkecil kadar nafsu, sehingga semakin kecil, hingga semakin ringan serta mudah kita kendalikan.
Bagaimana memastikan bahwa Allah SWT mengabulkan permohonan kita untuk membantu membereskan nafsu-nafsu kita, yang besar serta liar iru agar bisa terkendalikan? Mengenai pertanyaan itu, Buya Syakur menjelaskan, besrikaplah yang menyenangkan Allah SWT. Dengan kata lain senangkanlah Allah SWT selalu, tunjukkanlah sikap yang paling disenangi Allah SWT.
Allah SWT tentu menerima dan suka kepada hamba yang perlahan mulai memperbaiki penunaian kewajiban-kewajibannya selaku hamba. Misalnya shalat lima waktu, dan penunaian kewajiban lainnya.
Namun, menurut Buya Syakur ada satu hal lagi, dan ini kunci agar Allah SWT senang serta mencintai kita. Apa itu? Apakah sodaqah yg banyak? Puasa? Atau bagaimana? Bukan itu semua. Melainkan, Allah senang dan sangat mencintai hamba yang ikhlas menerima apa pun pemberianNya. Diberi atau dihadapkan cobaan berupa kesulitan, diterima dengan lapang. Diberi kekurangan atau keterbatasan, lemah pikiran/kurang cerdas tetap diterima dgn sabar. Diuji sakit, tetap ikhlas. Allah SWT sangat mencintai hamba yang memiliki sikap-sikap penerimaan seperti itu.
Jika Allah SWT sudah cinta, tentulah Allah SWT akan mengkaruniakan atau mencurahkan rahmat-karuniaNya. Dibereskan olehNya segala masalah yang merintangi kita, termasuk dikecilkannya kadar nafsu sehingga tidak menguasai dan membawa kita ke dalam lembah kehinaan.
Fariz Amrullah, Penulis, Alumni Pondok pesantren Krapyak, Yayasan Ali Maksum Yogyakarta. Saat ini sedang menempuh program studi magister Komunikasi Penyiaran Islam (KPI), UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Asal: Ciamis, Jawa Barat.