Kejaksaan Agung: Harus Jujur dan Transparan!
Oleh : Arif Budiman
DUA hari lalu, gedung utama Kejaksaan Agung yang beralamat di jalan Sultan Hasanudin Dalam Nomor 1 Kelurahan Keramat Pela, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, dilahap si Jago Merah. Bahkan ruang kerja Jaksa Agung ST Burhanuddin, dikabarkan turut terbakar.
Terbakarnya gedung kejaksaan agung, membuat perasaan publik tercabik-cabik dan berduram durja. Sudah barang tentu publik bersedih, pasalnya di dalam gedung kejaksaan agung itu terdapat berkas perkara kasus korupsi kelas kakap seperti kasus Jiwasraya, Joko Tjandra hingga Jaksa Pinangki dalam kasus Joker.
Pada konteks ini, publik bertanya-tanya, bagaimana berkas perkara kasus diatas? Jangan-jangan berkas perkara mereka, juga ikut terbakar? Jika demikian, maka tidak salah kalau asumsi liar publik, berkelindan bahwa kebakaran itu merupakan upaya penghilangan berkas perkara?
Baca Juga:
Laura Kovesi, Putri Keadilan Romania dan Putri Suap Indonesia
Tentu sah-sah saja, kalau publik berasumsi demikian. Asal asumsi itu, masih dapat diterima akal sehat manusia. Seperti kita tahu, baru-baru ini mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar, mempertanyakan barang bukti dalam kasus korupsi cassie Bank Bali, sebesar Rp. 450 miliar.
Tak ayal, beragam tudingan pun berseliweran liar ditengah masyarakat. Ada yang menduga kebakaran itu merupakan rekayasa untuk menghilangkan berkas perkara kasus besar yang melibatkan orang besar pula.
Harus Jujur dan Transparan
Asumsi liar publik sudah kadung berkelindan bebas. Masyarakat berharap agar kejaksaan agung jujur, kalau benar berkas perkara itu aman dan tidak ikut terbakar. Silahkan dibuka kepada publik secara transparan, tentu saja tidak semuanya.
Tapi setidaknya, ada bukti konkrit yang benar-benar meyakinkan publik bahwa berkas itu aman 100 persen. Kejagung agung dapat bekerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Non-Govermental Organization (NGO) yang memang fokus terhadap perkara-perkara tersebut.
Selain itu, masyarakat juga berharap pemerintah tidak langsung menjamin berkas itu aman seratus persen, sebelum pemerintah melakukan pemeriksaan secara langsung. Pun sebelum pihak dari kepolisian mengumumkan hasil laporan penyelidikan.
Harapannya pemerintah tidak tergesah-gesah menyampaikan terkait dengan berkas perkara di kejagung yang di duga ikut terbakar.
Masyarakat juga mengingankan agar spekulasi liar yang mengait-ngaitkan kebakaran dengan kasus Joko Tjandra dan Pinangki dapat diredam sedini mungkin. Kendati pikiran masyarakat masih dihinggapi asumsi liar tersebut, namun masyarakat cukup merasa tenang ketika mendengar Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud MD mengatakan “sudah berbicara dengan Jaksa Agung dan Jaksa Agung Muda, dan data-data dikejaksaan aman”. Meskipun keterangan itu hanya didasarkan pada hasil pemebicaraan dengan jaksa agung.
Jangan Berpangku Tangan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus kebakaran di Kejagung, tidak elok kalau berpangku tangan. KPK sudah seharusnya turun untuk menyelidiki pemicu kebarakan tersebut. Dan kalau memang ada unsur kelalaian atau unsur lainnya, semisal penghilangan berkas perkara. Maka, KPK dapat menjerat pelaku dengan pasal 21 UU Tindak Pidanan Korupsi tentang Obstruction Of Justice (menghalang-halangi proses hukuman).
Baca Juga:
Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan kalau kebakaran itu benar sabotase, dugaannya berkaitan erat dengan kasus tindak pidana suap yang melibatkan jaksa pinangki.
Dikatakannya, jangan sampai kebakaran menjadi dalih untuk menghentikan kasus skandal korupsi. Tak salah kalau ICW mendesak KPK untuk turun tangan dan mengambil alih kasus korupsi yang sedang ditangani kejaksaan.
KPK tidak perlu merasa takut untuk mengambil alih kasus tersebut. Menurut Undang-Undang No 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, mengatakan bahwa KPK melakukan tugas Koordinasi dengan instansi yang berwenang melaksanakan Tindak Pidana Kasus Korupsi [vide: pasal 6 huruf b], dan melakukan tugas Supervisi terhadap instansi yang berwenang melaksanakan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi [vide: pasal 6 huruf d].
Masih dalam beleid a quo, KPK juga diberikan kewenangan untuk mengoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan dalam perkara Tipikor [vide: pasal 8 huruf a]. Dan KPK berwenang untuk melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang dalam melakukan pemberantasan Tipikor.
Arif Budiman. Penulis adalah Peneliti dan Pemerhati Hukum