BISNIS  

Apakah Negara Tidak Mempunyai Cadangan Mata Uang? Cadangan Emas Hanya 10% di Akhir Zaman!

 

CADANGAN emas adalah emas yang dimiliki oleh bank sentral nasional, yang digunakan sebagai jaminan untuk menebus deposan, pemegang uang kertas, atau rekan dagang, pada era standar emas, dan juga sebagai pengukur nilai, atau untuk mendukung nilai mata uang nasional.

Dalam perkuliahan Ekonomi Makro Islam dengan tema Kebijakan Moneter Bapak Rachmat Rizqy Kurniawan, SEI, MM selaku dosen mata kuliah Ekonomi Makro Islam beliau berstatement bahwa “Di zaman Sekarang Tidak Ada Negara Yang Punya Cadangan Pengganti dari Percetakaan Mata Uang, Emas yang ada sekarang itu cuma 10% dari cadangan emas akhir zaman itu”.

Menurut saya, di zaman sekarang pemerintah Indonesia, khususnya sama sekali tidak mempunyai cadangan emas. Tentunya hal ini akan berakibat pada nilai mata uang apabila mata uang atau harganya tidak sesuai, maka akan mempengaruhi kestabilan nilai mata uang tersebut.

Emas juga membuat sebuah Negara menjadi lebih produktif. Ketika mereka lebih sering melakukan perdagangan atau dalam hal ini mengekspor, maka emas yang didapatakan semakin banyak dan Investasi pun akan meningkat.

Keuntungan menggunakan emas sebagai alat tukar perdagangan memang banyak. Emas memberikan efek stabilisasi pada ekonomi. Pemerintahan sebuah negara tak perlu mencetak uang berlebih, hanya sebanyak jumlah emas yang dimiliki. Tentu saja dampak positif dari langkah ini, yakni mampu menghambat laju inflasi dan mengecilkan defisit anggaran serta utang.

Jika nilai mata uang sebuah negara menjadi terlalu lemah terhadap dolar, maka bank sentral negara yang termaksud bakal mengintervensi dengan cara membeli mata uangnya sendiri di pasar valuta asing.

Tak salah kalau Rachmat Rizqy Kurniawan mengatakan bahwa “harga itu nilai”. Nah, harga adalah suatu nilai tukar yang bisa disamakan dengan uang atau barang lain untuk manfaat yang diperoleh dari suatu barang atau jasa bagi seseorang atau kelompok pada waktu tertentu

Menukil Philip Kotler, sebagaimana dilansir dari web. Maxmanroe.com memberikan suatu penjelasan bahwa harga adalah sejumlah uang yang dibebankan ke suatu produk atau layanan jasa. Artinya, harga adalah jumlah nilai yang harus dibayar konsumen demi memiliki atau mendapatkan keuntungan dari sebuah produk barang atau jasa.

Tujuan Penetapan Harga

Bagi produsen atau penjual, penetapan harga yang tepat pada produk akan berdampak pada besarnya keuntungan dan loyalitas konsumen. Mengacu pada pengertian harga di atas, adapun beberapa tujuan penetapan harga adalah sebagai berikut:

1. Untuk Mendapatkan harga Pasar

Tujuan penetapan harga sangat berhubungan dengan target penjualan barang dan jasa. Sebagian bisnis menetapkan harga yang murah dan kualitas yang baik pada barang yang dijualnya dengan tujuan untuk mendapatkan harga dan keuntungan lebih besar.

Umumnya konsumen lebih memilih barang dengan harga yang murah dan kualitas terjamin. Namun produsen tentunya tetap memperhitungkan keuntungan dari penjualan tersebut.

2. Meningkatkan Keuntungan

Penetapan harga juga bertujuan untuk meningkatkan atau memaksimalkan keuntungan yang diperoleh. Semakin tinggi harga maka potensi keuntungan akan semakin besar. Namun tentu saja strategi penetapan harga harus memperhatikan daya beli konsumen, dan faktor-faktor lainnya.

3. Menjaga Loyalitas Konsumen

Penetapan harga dilakukan dengan berbagai pertimbangan, salah satunya adalah untuk menjaga loyalitas konsumen agar terus membeli dari produsen tertentu. Tidak cukup hanya mendapatkan pangsa pasar, pebisnis juga harus menjaga loyalitas para konsumennya. Dan salah satu caranya adalah dengan menetapkan harga yang bersaing, yaitu harga yang murah dan kualitas produk yang baik.

4. Menjaga Daya Saing

Suatu perusahaan umumnya selalu berusaha untuk menjaga persaingan dengan para market leader atau pemimpin di pasar tertentu. Salah satu cara untuk menjaga daya saing dengan kompetitor adalah dengan penetapan harga yang tepat, misalnya menawarkan harga sedikit lebih murah atau memberikan harga yang sama dengan layanan tambahan.

Penulis, Isti Nur Oktafiani

Mahasiswi STIE SEBI, Depok