Kilatnews.co – Konflik antara Palestina dan Israel kembali memanas dalam beberapa hari terakhir. Eskalasi ini dipicu oleh serangan Hamas Palestina ke wilayah selatan Jalur Gaza pada Sabtu (7/10) yang lalu. Serangan ini diduga sebagai tanggapan atas tekanan dan serangan yang dilakukan Israel terhadap Palestina selama bertahun-tahun. Sejak Oktober lalu korban terus berjatuhan.
Pakar hubungan internasional Universitas Gadjah Mada (UGM), Siti Mutiah Setiawati, mengungkapkan alasan mengapa Gaza kerap menjadi daerah rawan konflik Palestina-Israel. Ia mengamati bahwa di Gaza, sejak 2008, serangan Israel terjadi secara periodik.
Menurutnya, Gaza menjadi target karena di sana bermarkas Hamas, sebuah gerakan yang mendukung kemerdekaan Palestina. Meskipun wilayah Gaza dulu milik Mesir dan kemudian diambil oleh Israel pada perang 1967, perjanjian Oslo 1993 menetapkan Gaza sebagai wilayah otoritas, meskipun secara de facto masih menjadi wilayah Israel sejak 1967.
Baca Juga: Ganjar Bahas Solusi Konflik Palestina-Israel di Ponpes Hidayatul Fudhola
Wilayah Gaza dihuni oleh sekitar 1,1 juta orang, termasuk salah satu wilayah paling padat di dunia. Penduduk Palestina di Gaza sering mengalami tekanan dari Israel, seperti blokade bantuan internasional, pemutusan akses listrik dan air, serta tinggal di tempat yang kurang layak.
Siti menekankan bahwa posisi Hamas di pihak Palestina semakin sulit akibat perjanjian damai antara Israel dan Mesir, yang berpotensi membuka peluang perdamaian antara Israel dan negara-negara Arab lainnya.
“Jadi, kalau kita lihat konflik ini itu bentuk dari terdesaknya pihak Hamas. Karena dia sebagai negara yang terjajah, kalau tidak melawan itu justru aneh. Apalagi dengan adanya dukungan negara lain terhadap Israel, akan membuat Hamas semakin sulit. Ini yang kita coba cari penyelesaiannya itu seperti apa. Hampir mirip dengan Indonesia sebenarnya, juga melibatkan PBB. Tapi kala itu Indonesia tidak hanya menggunakan kekerasan saja, tapi juga negosiasi,” ungkap Siti, bagaimana yang dikutip dari laman resmi UGM, Jumat (10/10/23).
Banyak upaya telah dilakukan oleh berbagai pihak untuk meredam konflik. Namun, sayangnya, hasilnya selalu terhalang oleh pelanggaran yang dilakukan oleh kedua belah pihak, sehingga upaya-upaya tersebut tidak berhasil. Pemerintah Indonesia sendiri telah melayangkan kecaman terhadap kebengisan Israel terhadap rakyat sipil di tanah Gaza. Selain itu, ada beberapa tokoh yang juga mengecam tindakan Israel salah satunya adalah Mahfud MD.
Baca Juga: Jaringan GUSDURian Kutuk Serangan Israel ke Palestina
Mahfud MD menyatakan bahwa pemerintah dan rakyat Indonesia dengan tegas mengutuk serangan Israel terhadap Gaza yang dilakukan tanpa pandang bulu. Dalam periode 27 hari, lebih dari 10.000 nyawa telah melayang, dengan satu anak di bawah umur meninggal setiap 10 menit. Tindakan ini dianggap sebagai kekejaman dan tidak berperikemanusiaan.
“Dunia internasional harus menindaklanjuti keputusan majelis PBB yang telah mengutuk agresi Israel di jalur Gaza,” ungkapnya.
Saat ini, dunia internasional cenderung menghindari perdebatan berlebihan dan lebih memfokuskan diri pada pengambilan tindakan cepat dalam penyelesaian konflik.
“Jadi dunia internasional tidak terlalu banyak berdebat sekarang supaya segera mengambil tindakan,” kata Mahfud.
Sejak era Soekarno, Indonesia telah berkomitmen terkait hubungan diplomatik dengan Israel, dan terus mendukung kemerdekaan Palestina. Bahkan Soekarno, menyerukan Indonesia tidak akan menjalin hubungan diplomatik dengan Israel hingga kemerdekaan Palestina sepenuhnya tercapai. Sikap konsisten ini mencerminkan nilai-nilai dasar diplomasi Indonesia yang berpihak pada keadilan dan hak-hak bangsa yang berjuang untuk kemerdekaan.
“Pemerintah Indonesia konsisten seperti dikatakan oleh presiden pertama Republik Indonesia Soekarno bahwa Indonesia tidak akan punya hubungan diplomasi dengan Israel Palestina merdeka,” tandas Mahfud
Penulis adalah Ust. Athoillah Mizan SThI; Majelis Ta’lim Al Ma’arif (Jamaah Muhibbin Ning Atikoh Ganjar Nusantara)