Suara Kontroversi “One Love” Masuk Lapangan, Mengapa Tidak “Not War”?

Suara Kontroversi "One Love" Masuk Lapangan, Mengapa Tidak "Not War"?
Suara Kontroversi "One Love" Masuk Lapangan, Mengapa Tidak "Not War"?

Suara Kontroversi “One Love” Masuk Lapangan, Mengapa Tidak “Not War”?

Kilatnews.co Tidak hanya sekali dua kali, sepak bola dijadikan ajang kampanye menyuarakan sesuatu agar didengar banyak orang. Mulai dari “suara” pribadi atau individu, hingga narasi yang terkait dengan publik. Banyak “pesan” yang ingin disampaikan melalui event sepak bola.

Setiap pesan tersebut disampaikan melalui ekspresi yang ditunjukkan baik oleh pemain maupun klub/tim. Di tingkat federasi sepakbola ataupun penyelenggara sebuah event kompetisi akan mengeluarkan kebijakan, terkait penyuaraan pesan tersebut.

Pesan sepakbola yang selama ini ada dan bergaung, biasanya adalah isu-isu universal/global, dan mendapat dukungan penuh seluruh pihak, misal: no rasist, no violence, no discrimination dsb. Sepak bola juga menjadi satu media pemersatu umat dunia. Mereka datang dengan satu tujuan: terhibur senang.

Para pemain pun fokus pada pertandingannya, mereka berlomba untuk mencetak gol sebanyak-banyaknya dengan tujuan meraih 3 poin. Tidak ada isu-isu dan pembahasan lain selain pertandingan itu sendiri. Namun kini eforia itu terlalu banyak politiknya.

Lihat saja perhelatan piala dunia 2022 sekarang ini, juga pada pertandingan-pertandingan di kompetisi lain, terlalu banyak poster, serta suara-suara kampanye di luar konteks sepak bola. Isu yang mengagenda adalah soal kampanye “One Love” yang biasa disimbolkan melalui beragam warna.

Pihak penyelenggara yakni Qatar sudah meminta agar simbol-simbol one love tidak dimunculkan sepanjang perhelatan piala dunia 2022. Permintaan tersebut disetujui oleh FIFA yang beralasan menghargai negara Qatar yang nota bene berpenduduk mayoritas Islam.

Untuk itu FIFA melarang penggunaan band kapten bersimbol “One Love“. Sanksi kartu kuning akan diberikan bagi kapten tim yang membandel. Rupanya, kebijakan Qatar dan FIFA banyak ditentang oleh negara peserta piala dunia, salah satunya Tim Panser, Jerman yang melakukan aksi tutup mulut sebagai bentuk protes.

Hal tersebut tertangkap kamera saat tim Jerman diambil gambarnya sebelum pertandingan. Seluruh mereka menutup mulutnya dengan tangan. Sebegitu pentingnya kah soal kebebasan sex sesama jenis bagi pemain, ketimbang misalnya kampanye Not WAR atau Global Crisis yang tengah melanda dunia?

Pilihan akan sex sejenis merupakan kepentingan pribadi, dan tidak semua orang juga setuju dengan itu. Artinya, ini soal pribadi (private) dan bukan kepentingan publik global. Krisis pangan akibat perang jauh lebih patut untuk disuarakan karena menyangkut kemanusiaan, bukan hanya kepentingan sekelompok kecil saja.

Tim Jerman pun masih menggunakan band kapten yang ada simbol one love saat turun melawan Jepang tadi malam. Di lapangan sendiri, sepertinya Jerman akan menang mudah karena berhasil unggul satu gol di babak pertama. Namun Jepang mampu come back dengan dua gol yang itu cukup untuk mengalahkan Jerman.

Para pemain Jerman pun tertunduk lesu usai pertandingan, tidak seperti sebelum bertanding yang sempat menggelar protes. Perjuangan mereka semakin berat karena harus menghadapi Spanyol yang menang besar 7-0 terhadap Costa Rika. Apakah Manuel Nenuer kualat? Wallahualam.