Potret Manusia dalam “Kitab Toriqoh Syekh Abdul Qodir Jailani”
Kilatnews.co – Karya sastra dapat didefinisikan sebagai media representasi masa lalu, masa kini, bahkan masa yang akan datang. Karya sastra dapat berwujud fisik dan non fisik. Manuskrip atau naskah kuno merupakan salah satu karya sastra berbentuk fisik yang kehadirannya sangat berpengaruh bagi kehidupan manusia.
Kitab Toriqoh Syekh Abdul Qodir Jailani (selanjutnya disebut TSASAQJ) merupakan salah satu naskah nusantara yang berisi tarekat Qadiriyah. Naskah ini merupakan karya tulis atau karya salin masyarakat Islam Tatar Sunda pada masa lampau. Syeikh Abdul Qadir Jailani merupakan ulama yang namanya sudah sangat populer oleh masyarakat Islam di Indonesia bahkan dunia.
Naskah nusantara ini didapatkan dari seseorang bernama M. Idang yang berasal dari Tegalkalong, Sumedang. Kondisi kertas naskah yang sudah sobek, adanya lubang di sekitar naskah, serta adanya kelunturan membuat beberapa teks dalam naskah sulit untuk terbaca. Naskah yang ditulis sekitar tahun 1948 ini tersimpan rapi di Perpustakaan Museum Prabu Geusan Ulun Sumedang Provinsi Jawa Barat.
Baca Juga: Nasihat-Nasihat Agama dalam Naskah Qashidah Burdah Karya Imam Syarafuddin Al-Bushiri
Naskah yang berbahasa Sunda serta beraksara Pegon ini menjelaskan bahwa manusia memiliki citranya tersendiri yang membedakan dirinya dengan makhluk lain di bumi. Hal berikut ini patut kita pahami sebagai insan manusia untuk mengetahui bagaimana potret manusia dalam naskah nusantara Syeikh Abdul Qadir Jailani.
Manusia Dapat Dekat dengan Penciptanya Melalui Zikir
Dalam Islam, zikir merupakan salah satu kegiatan rohani yang manfaatnya sangat luar biasa. Baik sebagai bentuk kecintaan dan ketaatan kita sebagai hamba terhadap Allah Swt., zikir diibaratkan sebagai “makanan wajib” yang harus dijalankan oleh setiap manusia.
Zikir bukan hanya sebuah kegiatan berkata-kata kosong. Di dalamnya ia mengandung nilai baik yang sangat diperlukan oleh manusia itu sendiri. Salah satu proses mendekatkan diri kepada tuhannya, yakni melalui zikir.
Baca Juga: Kajian Tauhid dan Sirahnabawiyah dalam Naskah Nadzom Aqidatulawam
Dalam naskah TSASAQJ, diterangkan ajaran Tariqoh Qadariyah yakni zikir yang memiliki fungsi sebagai amalan untuk memperbaiki diri secara jasmani maupun rohani. Hal ini pun menandakan bahwa manusia merupakan makhluk yang membutuhkan asupan untuk kepentingan jasmani dan rohaninya.
Pentingnya Kebersihan Hati bagi Diri Manusia
Dalam naskah TSASAQJ, disebutkan bahwa hati merupakan salah satu unsur utama yang penting dalam berkehidupan. Segala kebenaran perilaku, amal, dan ibadah dapat dinilai melalui hatinya. Sebaik-baiknya penilaian ini tentu hanya dapat dilakukan oleh Allah Swt. Maka demikian, begitu pentingnya posisi kebersihan hati dalam setiap diri manusia.
Dawuhan Rasulullâh shallallâh ‘alaihi wasallam: “ alâ innal qalba mudhgatun”, hartina eling-eling saenya-enyamah sinubari teh daging keumpeul sakadar sahuapeun gedena nungaranan ku Sunda ati tea , idzâ shaluha al-qalbu shaluhal jasadu kulluhu hartina: teutkala alus atina sakabeh mangka alus sakabeh jasadna teugeusna alus kalakuannana, wa idzâ fasada al-qalbu fasada al-jasadu kulluhu, hartina: teutkala ruksak atina ruksak sakabeh awakna teugeusna geuring.
Terjemahan: Rasululah shallâllâh ‘alaihi wasallam bersabda: “alâ innal qalba mudhgatun” artinya ingat-ingat sesungguhnya sanubari itu segumpal daging sekedar satu suap besarnya yang namanya di bahasa Sunda ati (hati), idzâ shaluha al-qalbu shaluhal jasadu kulluhu, artinya: tatkala bagus hatinya seluruhnya maka bagus seluruh jasadnya maksudnya bagus kelakuannya, wa idza fasada al-qalbu fasada al-jasadu kulluhu, artinya : tatkala ruksak seluruh hatinya maka rusak seluruh jasadnya maksudnya sakit.
Baca Juga: Sejarah Pasukan Elit Majapahit dan Korps Bhayangkara
Dalam naskah TSASAQJ diterangkan bahwa ketidakbersihan hati menjadi indikator manusia dalam berperilaku baik atau buruk. Ungkapan bahwa manusia merupakan tempatnya khilaf dan lupa memang benar adanya. Segala perilaku yang dilakukan seorang manusia tak lain bermula dan berasal dari bagaimana isi hatinya memandang suatu hal.
Begitu banyak dampak positif dan dampak negatif jika manusia tidak pandai menata kondisi hatinya. Salah satu dampak positif menata kebersihan hati adalah manusia akan senantiasa tenang dalam menghadapi suatu persoalan dan memandang baik segala suatu persoalan tersebut. Kebersihan hati manusia cenderung menanamkan sikap ikhlas, tawakal, dan sabar yang tak kunjung habisnya. Maka dari itu, segala kegiatan dimuka bumi ini haruslah didasari dengan keyakinan hati yang baik dan bersih. Agar tercipta nilai-nilai baik di dalamnya.
Kemudian dampak negatif jika manusia tidak dapat menjaga kebersihan hatinya adalah, amal manusia tersebut akan terkikis oleh buruknya isi hati. Hal ini berkaitan dengan sebuah hadis yang mengatakan bahwa sikap iri dan dengki dapat membakar amalan-amalan yang sudah dilakukan di waktu terdahulu.
Manusia adalah khalifah
Sejatinya, kita adalah pemimpin bagi diri kita sendiri. Pun juga adanya ungkapan bahwa manusia merupakan khalifah di bumi. Keistimewaan ini tidak muncul begitu saja.
Manusia dilebihkan penciptaannya dengan adanya akal dan budi. Berbeda dengan manusia, binatang hanya diberikan hawa nafsu untuk sekadar memenuhi kebutuhan hidupnya yakni makan dan bertahan hidup di alam. Perbedaan ini tentu jelas menjadi batas pembeda antara potret manusia sebagai makhluk mulia dan berakal daripada hewan yang memiliki segala keterbatasan.
Baca Juga: Memaknai Puisi “Tangan Waktu” Karya Sapardi Djoko Damono
Lantas bagaimana menjadi manusia sejati yang dapat sekaligus menjadi khalifah yang baik? Kembali pada bahasan pertama mengenai hati. Manusia dengan hati yang bersih, menandakan bahwa ia memiliki segala kebaikan dalam dirinya. Rutin mengamalkan zikir, menjadikan serupa “makanan yang baik dan obat” bagi hati yang kotor.
Perpaduan yang baik dapat menaikan nilai manusia sebagai makhluk yang mulia. Pun juga kedekatannya dengan agama melalui ibadah-ibadah, menjadi titik tumpu manusia dalam berperilaku. Hal ini selaras dengan kutipan naskah TSASAQJ yang berbunyi,
Ngajagana nyaeta kudu ku agama kakara teupung jeung nu leumbut diberesihan ku waktu anu lima tea.
Terjemahan: Menjaganya yakni harus oleh agama baru bisa bertemu dengan yang lembut dibersihkan oleh waktu yang lima itu.
Sebagai manusia, sudah seharusnya menjadi teladan bagi insan manusia lain. Melalui kelebihan akal dan budi yang dimiliki, menjadi pertanda perbedaan antara manusia dengan makhluk lainnya di bumi.
Perbaikan kondisi hati harus terus dilakukan untuk mencapai ketenangan jiwa dalam beragama dan beribadah kepada Allah Swt. Melalui zikir, ketenangan dan kebersihan hati akan tercapai. Pun juga dampaknya akan menjadikan manusia khalifah yang baik di muka bumi dan dapat menjadi inspirasi manusia lainnya untuk taat pada agama.
Sofa Urwatul Wusqo. Penulis adalah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif HIdayatullah Jakarta