Kilatnews.co – Ketika kamu belajar menulis (membuat naskah tulisan), apakah cukup sekadar bertujuan menyampaikan ‘pesan” kepada pembaca melalui sebuah tulisan? Tidakkah ingin berbagi dan meneruskan ilmu menulis lewat pelatihan penulisan? Bagaimana caranya? Ya, jadi trainer atau speaker.
Atau kamu memang sudah menjadi seorang trainer, mentor ataupun fasilitator sebuah pelatihan penulisan? Atau pula kamu seorang yang pernah ikut pelatihan menulis? Pernahkah sebagai trainer dan peserta latih, kamu merasa hasil yang didapat kurang maksimal?
Kadang terlihat ada peserta yang malas-malasan bahkan ada yang cenderung destroyer “mengganggu” suasana kelas. Kamu berada di depan seperti bicara sendiri dan tidak seorangpun yang memperhatikan atau berusaha menahan/ menghentikan kelas yang bising.
Baca Juga: Platform Menulis Terbukti Membayar yang Perlu Kamu Coba
Jika kamu menjadi peserta, kamu lihat banyak peserta lain memperlihatkan wajah datar tanpa ekspresi. Tidak antusias dan merasa jenuh jika hanya mendengar pemateri menyampaikan paparan teori dan ataupun pengalamannya.
“Kapan giliran saya berperan? Pelatihan itu kan berlatih, bukan hanya khusyuk mendengar. Membosankan!” Tidak mungkin kan harus menunggu ada peserta yang meneriakkan seperti itu?
Ya, pelatihan penulisan itu praksis atau berlatih, bukan hanya mendengar celoteh trainer. Kalau cuma mendengar namanya seminar.
Ini juga yang kerap menjadi kendala bagi sebagian besar guru-guru dalam proses belajar mengajar. Cenderung hanya menyampaikan materi, itupun dibawakan dengan cara yang monoton, biasanya dengan membaca dan atau menyalin saja. Tentu suasana kelas akan menjenuhkan.
Sesungguhnya banyak sekali metode dalam pelatihan penulisan agar bisa dirasa menyenangkan.
Berikut Metode Praktis dalam Pelatihan Penulisan. Diantaranya:
1. Observasi
Mintalah peserta untuk keluar kelas sebentar, agar tidak jenuh di dalam ruangan. Tugaskan mereka untuk mengamati satu obyek saja (apapun), kemudian nanti diskripsikan.
Tujuan utama dari aktivitas ini adalah, berlatih kejelian mendiskripsikan sebuah obyek dengan cara mengamati dan meneliti dari setiap sudut, dari jauh maupun dari dekat. Bahkan jika perlu menggunakan seluruh panca indera yang ada, tidak hanya mata.
2. Tes Wawancara
Mintalah peserta untuk saling berhadap-hadapan kemudian lakukan interview profile masing-masing secara bergantian. Hasil wawancara disusun dan kemudian dituliskan menjadi sebuah naskah utuh.
Baca Juga: Dibayar Pakai Dolar! Inilah 3 Platform Menulis Novel Digital yang Bisa Dijadikan Sumber Penghasilan
Tujuannya agar peserta pelatihan penulisan berlatih berani berhadapan dengan orang lain, melakukan wawancara seorang narasumber, serta berlatih menuliskan hasil wawancara tersebut. Agar lebih asyik, mintalah peserta untuk menggambar sosok yang diwawancarainya.
3. Perencanaan Berita
Bagilah peserta pelatihan penulisan ke dalam tiga kelompok penulisan: hard news, soft news dan opini. Mintalah mereka berdiskusi membuat perencanaan berita, memilih 3-4 isu apa yang menarik, dan sedang viral.
Setelahnya, masing-masing mereka diminta menulis sesuai dengan isu pilihan mereka sendiri. Tujuannya agar peserta terlibat aktif dalam mengusulkan isu, mengapa isu itu penting.
Agar lebih “drama” lagi, masing-masing kelompok mempresentasikan 3-4 isu terpilih, jelaskan peristiwa apa dan mengapa penting (angle yang mau diangkat).
Pada saat peserta ingin menulis yang sudah ada di kepala mereka, tiba-tiba “redaktur” minta isu nya diacak. Peserta dari kelompok hard news bisa diharuskan nulis opini ataupun soft news, demikian yang lainnya dirolling.
Jelaskan kepada peserta, bahwa sebagai jurnalis marah atau jengkel sih boleh, tapi menolak tugas redaktur adalah pantang. Mereka harus lebih terlatih menulis apa yang HARUS dipikirkan, dan bukan lagi menulis apa yang SEDANG dipikirkan.