Kilatnews.co – Gelaran Pemilu 2024 tinggal menyisakan 1 tahun 5 bulan. Namun agenda pendaftaran pasang capres cawapres 2024 hanya tinggal 5 bulan ke depan (Maret 2023). Tidak heran partai politik yang tidak “aman” mulai sibuk membuat agenda politik juga melakukan lobbying politik hingga deklarasi.
Hanya PDIP yang terlihat masih anteng, seperti tengah mengamati para kompetitor menyiapkan calonnya. Banyak mengatakan, “diamnya” PDIP itu merupakan bagian dari strategi Megawati melihat konstelasi politik yang terjadi sekaligus menyeleksi calonnya yang nanti direkomendasi.
Megawati bisa melakukan itu karena PDIP dipastikan satu-satunya partai yang dapat mengusung sendiri tanpa perlu berkoalisi. PDIP memiliki modal bagus (keuntungan) tidak perlu banyak diskusi dengan partai politik lain. Jika mau, malah partai politik lain yang mengikuti gerbong PDIP.
Baca Juga: Jika Ingin Diusung PDIP, Agung Minta Relawan Ganjar Sowan Ke Megawati
Hingga kini (di luar PDIP), sudah ada tiga gerbong yang membentuk koalisi yang menyatakan kesiapan bertarung dalam pilpres 2024. Gerbong yang pertama kali terbentuk adalah koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang digawangi oleh Golkar, PAN dan PPP. Selanjutnya ada koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (katakan saja dulu begitu) dipelopori oleh duet Gerindra dan PKB.
The last but not the least ada koalisi Perubahan dikawal oleh Nasdem, PKS dan Demokrat. Kesemua koalisi sudah mulai menampakkan siapa kandidat yang akan menjadi capres. Namun begitu, belum ada satu pun yang fix mendeklarasikan capres dan cawapresnya. Jika pun ada barulah sepihak partai, bukan koalisi.
Kesulitan utama adalah dalam menetapkan cawapres, mengingat semua partai ingin kadernya mendapat satu posisi di istana. Biasanya, calon wakil akan berasal dari partai yang perolehan suaranya di bawah partai yang mendapat jatah capres. Tidak heran, karena koalisi bisa lebih dari dua partai.
Mungkin hanya Gerindra dan PKB yang semakin pede memperkenalkan pasangan Prabowo dan Cak Imin (Muhaimin Iskandar). Meski masih ada peluang Erick Thohir mengalahkan Cak Imin. Sedang KIB hampir positif mengusung Airlangga Hartarto (Golkar) dan pasangannya, Zulkifli Hasan (PAN). Kecuali PDIP bergabung, maka posisi bisa berubah Ganjar – Airlangga.
Baca Juga: Ganjar Pranowo; Diganjar Penghargaan Trisakti Tourism Award 2021
Situasi ini sangat mungkin karena PDIP membutuhkan bantuan mesin partai guna memenangkan pilpres. Itu artinya PDIP hatrick memenangi pilpres. Apakah Ganjar menjadi pilihan PDIP? Hingga saat ini memang belum keluar surat rekomendasinya, namun semakin diyakini PDIP mau tidak mau mengusung Ganjar Pranowo.
Jika pun PDIP tidak bergabung ke KIB, mereka bisa mengusung sendiri Ganjar berpasangan dengan Mahfud MD, ataupun Ganjar – Ridwan Kamil (berdasar pilihan ideologis dan logis). Disebut ideologis, PDIP hingga kini masih mengusung kekuatan nasionalis religius, sehingga Mahfud MD merupakan simbol religius terutama kalangan NU.
Sedangkan pilihan logis ke Ridwan Kamil disebabkan hasil survey yang menempatkan pasangan Ganjar – Emil sebagai terpopuler dan tinggi elektabilitasnya. Sama masih muda, punya pengalaman, ideologis dan loyal. Terutama akan meneruskan program dan kebijakan Jokowi. PDIP bisa saja disokong oleh partai kecil seperti PSI, Perindo, Hanura dll.
Pasangan terakhir yang kini masih alot pembahasannya yakni koalisi Perubahan. Meski masih saling tawar, sepertinya duet Anies – AHY yang akan dimunculkan. Sementara PKS mendapat jatah lain (mungkin beberapa kursi menteri jika menang). Semua sudah pasti? Tentu saja masih sulit dan dini untuk dikatakan fix.
Baca Juga: Serat Jongko Joyoboyo: Potret Tragedi Kehidupan dalam Bait-Bait Serat ‘Jaman Edan’
Bisa saja semua koalisi pemerintah saat ini (minus Nasdem) bergabung menjadi satu secara tiba-tiba mengusung Ganjar – Prabowo ataupun Ganjar – Airlangga. Politik itu sangat dinamis, bergantung dari Kingmakers nya. Tinggal berhadapan dengan oposisi yakni Demokrat dan PKS. Karena tidak mungkin calon tunggal, maka Nasdem “membantu” oposisi mengusung calonnya.
Penjelasan logisnya, koalisi pemerintah saat ini masih solid dibawah komando Jokowi. Jokowi pun akan sangat menentukan dalam proses pencapresan mengingat kepentingan Jokowi untuk meneruskan program dan kebijakan pemerintah saat ini. Selain itu, relawan pendukung bisa sangat loyal mengikuti arahan Jokowi.