Pejuang Muda Purbalingga: Menciptakan Budaya Komunikasi yang Harmoni melalui “Culture Conversation


KilatNews.Co Tri Rismaharini atau yang akrab disapa Bu Risma, selaku Menteri Sosial Republik Indonesia meluncurkan Program Pejuang Muda kolaborasi Kementerian Sosial dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) dan Kementrian Agama (Kemenag) sebagai salah satu usaha percepatan pengentasan masalah sosial di Indonesia.

Scroll Untuk Lanjut Membaca
Menciptakan Budaya Komunikasi yang Harmoni

Program Pejuang Muda akan menjadi laboratorium sosial bagi mahasiswa, karena mereka akan terjun lansung ke masyarakat melihat realita yang ada dan belajar membuat solusi dari setiap problematika sosial. Program ini diharapkan dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuan mahasiswa untuk memberi dampak sosial secara konkret bagi masyarakat.

Dengan kata lain mahasiswa berperan sebagai agent of change atau agen perubahan sosial, melalui kegiatan pemetaan masalah, identifikasi alternatif solusi, formulasi solusi terbaik, perencanaan sumber daya dan capaian, pengerahan peran masyarakat, implementasi serta pengukuran dampak.

Program Pejuang Muda kolaborasi dari tiga kementrian ini ditujukan kepada 514 kabupaten di Indonesia, salah satunya di Kabupaten Purbalingga. Pejuang Muda Purbalingga berjumlah 11 orang, dan berasal dari kampus yang berbeda-beda. Ada 10 orang merupakan warga asli Purbalingga, dan 1 orang merupakan mahasiswa dengan domisili asli Yogyakarta.

Pejuang Muda ini ditempatkan di satu wilayah dengan kondisi belum saling mengenal satu sama lain. Hal ini membuat Pejuang Muda Purbalingga harus menerapkan komunikasi yang baik sehingga nantinya dapat menciptakan chemistry dan berkolaborasi dengan baik pula.

Menciptakan budaya komunikasi yang harmoni memiliki makna, yakni terciptanya sebuah keselarasan dalam penyampaian informasi dari seseorang ke orang lain, atau kelompok tertentu sehingga mewujudkan keterikatan secara tidak langsung antar pelaku komunikasi.

Keselerasan ini dapat terjadi jika pelaku komunikasi memiliki kemauan untuk menerima perbedaan-perbedaan yang ada diantara lawan bicaranya baik dalam segi argumen maupun dalam segi kultur atau budaya.

Pejuang Muda Purbalingga menciptakan komunikasi yang harmoni melalui metode culture conversation, didampingi oleh seorang mentor yang merupakan salah satu dosen di Universitas Jendral Soedirman Purwokerto. Kami berdiskusi melalui media virtual secara rutin, menyampaikan suka duka saat bertemu dengan masyarakat, melaporkan capaian kerja yang telah dilakukan, hingga sharing informasi terkait dengan kondisi Pejuang Muda di daerah lain.

Kunci dari masing-masing kegiatan ini adalah bahwa komunikasi merupakan alat yang digunakan untuk memperkuat nilai-nilai yang baik dalam budaya komunitas atau organisasi.

Salah satu tugas dari Program Pejuang Muda adalah untuk melakukan verifikasi dan validasi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dari data yang dikirim langsung oleh Pusat Data dan Informasi (Pusdatin), Kementrian Sosial Republik Indonesia.

Untuk Pejuang Muda Purbalingga sendiri mendapatkan wilayah verval (verifikasi dan validasi) DTKS di Kecamatan Bobotsari dan Kecamatan Bojongsari dengan total sebanyak 11.000 data.

Setiap hari kami diwajibkan untuk terjun ke masyarakat sebagai laboratorium sosial, dan melakukan verval DTKS dengan target 20 data per hari.

Walau panas terik matahari hingga terguyur hujan, para Pejuang Muda tetap melaksanakan verval untuk menyelesaikan target yang sudah diamanahkan.

Organisasi yang kuat akan selalu mengkomunikasikan budaya mereka dengan baik, karena mereka menjaga pesan tetap sederhana sehingga mudah untuk dipahami, mudah dimengerti, dan mudah diaplikasikan atau ditindaklanjuti.

Salah satu cara untuk memperkuat budaya organisasi melalui culture conversation adalah dengan cara link to Company History atau link ke sejarah organisasi.

Kegiatan Pejuang Muda Purbalingga yang mengharuskan terjun langsung ke lapangan dengan berbagai medan dan rintangan, membuat Pejuang Muda Purbalingga merefleksikan hal ini dengan sejarah, dimana ada seorang pahlawan kelahiran Purbalingga bernama Panglima Besar Jendral Soedirman yang memimpin perang dengan taktik bergerilya (guerrilla warfare). Taktik bergerilya ini dilakukan dengan cara sembunyi-sembunyi, cepat, dalam jumlah kecil, namun efektif dan efisien.

Kegiatan verval DTKS seolah memiliki link dengan sejarah taktik bergerilya yang digagas oleh Pahlawan asli Purbalingga, yaitu Jendral Soedirman. Dimana para Pejuang Muda Purbalingga secara personal melakukan verval secara door to door, dengan target yang sudah ditentukan, dan dengan medan perjalanan yang tidak mudah.

Namun, kegiatan ini sangat efektif dan efisien karena pada realitanya banyak dana bantuan sosial yang tidak tepat sasaran bahkan banyak warga yang terlihat kurang mampu tapi tidak masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), kehadiran Pejuang Muda yang notabenya adalah mahasiswa melakukan verifikasi dan validasi dengan idealismenya sehingga diharapkan data DTKS dapat valid dan tepat sasaran.

Budaya komunikasi yang harmoni melakukan penyampaian pesan yang sederhana, dan mudah dimengerti antar anggota Pejuang Muda Purbalingga.  Diperkuat dengan kesadaran adanya link atau keterhubungan verval DTKS dengan kisah sejarah, menciptakan sebuah culture conversation yang baik dalam komunitas Pejuang Muda Purbalingga sehingga culture conversation tersebut menjadi sebuah alat untuk menciptakan, dan memperkuat nilai-nilai yang baik dalam budaya organisasi Pejuang Muda Purbalingga.


Dwi Fatimah. Penulis adalah Mahasiswa Prodi Manajemen Dakwah, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta

Reporter: KilatNews