Analisis Puisi: Chairil Anwar “Cintaku Jauh di Pulau”

Analisis Puisi: Chairil Anwar.
Ilustrasi: ©wikipedia.org

Analisis Puisi: Chairil Anwar “Cintaku Jauh di Pulau”

Oleh: Syaimah Kusnari Putri


KilatNews.Co – Chairil Anwar yang dikenal dengan sebutan “Si Binatang Jalang” adalah seorang penyair legendaris. Chairil Anwar memang memiliki usia yang tidak lama, namun tekadnya untuk hidup seribu tahun lagi sepertinya telah terlaksana melalui karya-karyanya yang tak lekang oleh waktu, dan tetap abadi hingga sepanjang masa.

Selain menciptakan puisi tentang permasalahan kehidupan, Chairil Anwar juga menciptakan puisi tentang percintaan. Salah satu puisi Chairil Anwar yang mengangkat tema percintaan ialah puisi yang berjudul “Cintaku Jauh di Pulau”.

Ketika menulis puisi “Cintaku Jauh di Pulau”, Chairil Anwar menceritakan kisah-kasih cinta yang tak sampai dengan melakukan pengorbanan yang sangat besar, yaitu kematian.

Di dalam puisi ini pembaca dapat merasakan kesedihan, pengorbanan si “aku” yang mengejar kekasihnya yang manis di pulau yang jauh, namun yang sampai terlebih dahulu adalah kematian.

Puisi ini juga mengajarkan kita tentang bagaimana menyadarkan setiap insan untuk selalu berjuang dalam meraih cintanya.

Cintaku Jauh di Pulau

Karya Chairil Anwar

Cintaku jauh di pulau, gadis manis, sekarang iseng sendiri.

Perahu melancar, bulan melancar, di
leher kukalungkan ole-ole buat si pacar.

angin membantu, laut terang tapi terasa aku tidak ‘kan sampai padanya.

Di air yang tenang, di angin mendayu, di
perasaan penghabisan segala melaju

Ajal bertakhta, sambil berkata:

“Tunjukan perahu ke pangkuanku saja.”

Amboi!

Jalan sudah bertahun kutempuh!

Perahu yang bersama ‘kan merapuh!

Mengapa Ajal memanggil dulu Sebelum
sempat berpeluk dengan cintaku?!

Manisku jauh di pulau, kalau ‘ku mati, dia mati iseng sendiri. (Chairil Anwar, 1946)

Puisi ini menceritakan usaha aku yang akan menyampaikan keinginannya untuk bertemu dengan gadis manis yang sedang berada di sebuah pulau yang jauh. Meskipun keadaan berjalan dengan baik, namun si aku merasa bahwa tidak akan mencapai kekasihnya yang manis karena kematian sudah datang menjemput lebih awal.

Oleh sebab itu, meski sudah banyak menghabiskan waktu untuk berjuang meraih sebuah harapan, tetapi tetap saja garis nasib yang menentukan.

Puisi  karya Chairil Anwar yang berjudul “Cintaku Jauh di Pulau” ini memakai diksi yang tepat.

Pilihan kata yang digunakan penyair sangat tepat untuk menggambarkan suasana hatinya cukup menarik, dan dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari.

Pada pendekatan analitis ada beberapa hal yang akan dibahas antara lain tema, rima, citraan, nada atau suasana, serta amanat.

Tema adalah pokok pikiran dasar, atau keseluruhan isi, makna, dan tujuan penulisan dari sebuah cipta puisi.

Tema yang terdapat dalam puis “Cintaku Jauh di Pulau” adalah ‘Kasih tak sampai’. Yaitu perasaaan cinta seseorang yang tidak bisa terwujud karena telah lebih dahulu dipisahkan oleh ajal atau kematian.

Hal ini tampak pada baris puisi:

Mengapa Ajal memanggil dulu

Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!

Rima adalah kesamaan nada atau pengulangan bunyi akhir untuk
memperindah sebuah puisi.

Dalam puisi “Cintaku Jauh di Pulau”, hampir seluruh lariknya berakhiran dengan vokal /u/.

Dalam hal ini bunyi vokal /u/ berarti pengulangan bunyi-bunyi yang berat, menekan, dan menyeramkam. Sehingga
puisi ini dapat menggambarkan suasana batin, yaitu perasaan sedih dan sebuah
penyesalan karena si aku meninggalkan kekasih yang manis sendirian. Hal ini
tampak pada baris puisi:

Amboi! Jalan sudah bertahun kutempuh!

Perahu yang bersama ‘kan merapuh!

Mengapa Ajal memanggil dulu Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!

Manisku jauh di pulau, kalau ‘ku mati, dia mati iseng sendiri.

Citraan memiliki fungsi untuk memberi gambaran jelas tentang isi sebuah puisi.

Dalam puisi “Cintaku Jauh di Pulau” juga menggunakan citraan-citraan. Hal ini tampak pada larik /Perahu melancar, bulan memancar/ yang termasuk ke dalam citraan penglihatan karena dapat dilihat. Serta citraan perabaan yang tampak pada larik /Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!/ karena dapat diraba.

Nada atau suasana biasanya berkaitan erat hubungannya dengan latar cerita. Nada yang digunakan dalam puisi “Cintaku Jauh di Pulau” menggunakan nada kekhawatiran dan kegetiran. Hal ini tampak pada penggunaan huruf /r/ di akhir kata yang berarti menggambarkan suasana tidak nyaman, yaitu melancar, memancar, pacar.

Terdapat juga penggunaan bunyi -uh di akhir puisi pada kata rapuh, tempuh dan akhir bunyi vokal /u/ yang berulang pada bait ketiga, yaitu menunjukkan suasana kesedihan dan ketidakberdayaan.

Amanat adalah pesan atau tujuan yang ingin disampaikan penyair kepada pembaca. Puisi “Cintaku Jauh di Pulau” memberikan amanat atau nilai etika dan moral kehidupan, yaitu ketika sedang merasakan cinta kepada seseorang maka harus diperjuangkan dengan sekuat tenaga dan membutuhkan waktu
yang lama. Hal ini tampak pada larik “Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!”.

Hal ini mengandung makna jalan yang sudah ditempuh bukan berarti menandakan perjuangan belum berakhir dan bisa hidup bersama, tetapi juga dapat berakhir sedih karena harus berpisah dan tidak dapat melanjutkan hubungan kembali. Jika berada dalam kondisi tersebut, maka harus siap menghadapi segala konsekuensinya.

Demikian penjelasan mengenai pendekatan analitis puisi berjudul “Cintaku Jauh di Pulau” karya Chairil Anwar, sastrawan besar angkatan 45.


Syaimah Kusnari Putri. Penulis adalah Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.