Pada masa Orde Baru, warga NU di luar Jawa bersama para ulamanya bertahan dengan garis imajiner ke-ASWAJAAN- dan ingatan tentang personal para masayikh NU yang masih tertanam di sanubari dan menjadi mesin yang merawat kebanggan sebagai bagian dari NU.
Dan dalam sepuluh tahun terakhir, di seluruh pelosok Indonesia terjadi arus-balik umat Islam Indonesia untuk kembali kepada tradisi ASWAJA ulama Indonesia. Di berbagai daerah yang memiliki sejarah NU, kini tumbuh gerakan arus balik kepada NU. Hal ini disebabkan oleh semakin basinya berbagai ideologi dan ajaran Islamisme dan menguatnya kritik terhadap modernisme. Artinya, arus-balik kepada tradisi ASWAJA Indonesia ini merupakan limpahan dari pergulatan umat Islam, bukan semata hasil kerja keorganisasian NU. Dan, tentu ini harus menjadi muhasabah secara serius oleh semua pengurus NU dan warga NU.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, kami mengkaji dan mentadabburi eksistensi NU di luar Jawa sebagai tanda-tanda kebesaran Allah SWT yang memerlukan perhatian khusus, dan berikut beberapa kesimpulan dari hasil pengkajian kami, bahwa pengembangan NU ke depan:
Memberikan porsi kepemimpinan yang teratur dan terukur, baik level syuriah maupun tanfidziyah kepada para ulama dan kader NU dari luar Jawa, seperti Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan, Sulawesi, Palembang, Medan, Padang, dll, dengan mempertimbangkan kapasitas dan integeritas keulamaan dan intelektualitas. Hal ini perlu dilakukan agar kepemimpinan NU tumbuh secara merata di seluruh Indonesia, memulihkan-memperkuat jaringan dan memperkuat daya tawar politik NU pada semua level.
Mendesak PBNU untuk membantu pesantren-pesantren dan lembaga-lembaga pendidikan formal NU di luar Jawa. PBNU harus membuka akses seluas-luasnya dan berimbang bagi kader pesantren NU di luar Jawa untuk mendapatkan kesempatan dan beasiswa pendidikan di dalam maupun luar negeri.