17 Tahun Paska Sumpah Pemuda, Indonesia Merdeka, Bagaimana Sekarang?

Oleh: Agung Wibawanto

Scroll Untuk Lanjut Membaca
17 Tahun Paska Sumpah Pemuda, Indonesia Merdeka, Bagaimana Sekarang?

KilatNews.Co – Sebuah teks pendek yang wajib dihafalkan terkadang sulit untuk diingat. Sebaliknya lirik lagu yang panjang dapat dengan mudah diulang-ulang. Adakah yang kreatif berinisiatif membuatkan nada dari lirik teks Sumpah Pemuda sehingga menjadi sebuah lagu yang bisa dinyanyikan, dihafalkan dan diamalkan?

Teks ini sungguhlah penting. Teks tersebut tidaklah sekadar untaikan kata tanpa makna. Ia adalah simbol akan semangat persatuan dan hasrat merdeka bangsa Indonesia. Peristiwa itu terjadi saat kaum muda dari seluruh daerah kembali mengadakan Kongres Pemuda II tanggal 27-28 Oktober 1928 di Batavia (Jakarta), 17 tahun sebelum Indonesia merdeka.

Bisakah kita bayangkan, apa yang ada dalam pikiran para tokoh muda dari beragam suku budaya kala itu? Membayangkan kah mereka jika 17 tahun sesudahnya bangsa ini akan merdeka, dan apa yang mereka lakukan dikenang hingga kini sebagai sejarah besar? Kini, apa yang kaum muda lakukan untuk bangsa? Bagaimana 17 tahun ke depan, apakah akan menghasilkan sesuatu yang berguna?

Dan sekian puluh tahun ke depan, apakah yang kaum muda lakukan sekarang akan dikenang menjadi sejarah hebat? Ciptakan sejarahmu dengan karya besar, karya yang berguna buat orang banyak. Jika tidak bisa dikenang oleh bangsa, setidaknya untuk anak cucumu kelak. Banggakan mereka dengan hal positif yang pernah kamu lakukan.

Kaum muda tahun 1928 berjuang mendirikan bangsa ini. 90 tahun berlalu, menjadi kewajiban kita kemudian untuk merawat, menjaga dan menjadikannya maju. Bukan untuk dihancurkan dan dibubarkan. Jangan pernah merasa bahwa kamu dan golonganmu lebih hebat dari golongan lainnya. Belajar dari pendahulu.

Bangsa ini tidak mungkin terbangun oleh satu golongan saja, satu agama saja, satu suku saja ataupun satu ras saja. Indonesia dibangun dan didirikan oleh semua-mua golongan dan untuk semua-mua golongan pula. Saatnya bersatu dan berkolaborasi bergandengan tangan. Bangun dan majukan Indonesia. Siapa Kita? INDONESIA!!

Sumpah adalah kata-kata ataupun ucapan sakral (berkait atas nama sesuatu yang sangat dihargai ataupun dihormatinya, contoh: Tuhan atau orangtuanya). Tidak cukup sampai di situ, pengucap sumpah juga akan bersungguh-sungguh dengan segala daya upaya untuk mewujudkan sumpah tersebut, meski nyawa menjadi taruhannya.

Tentu bikin merinding. Untuk itu sumpah tidak bisa sembarang diucapkan. Sekali terucap, maka sekian banyak konsekuensi yang akan menyertainya yang harus diterima. Pernah mendengar pula “termakan sumpah”? Termasuk salah satu konsekuensi ngeri yang diterima apabila seseorang gagal memenuhi sumpah.

Zaman dahulu banyak meninggalkan cerita mistis berkait dengan sumpah yang gagal. Tanggal 28 Oktober, 28 tahun yang lalu pun demikian kaum muda dari berbagai daerah mengucapkan Sumpah Pemuda. Bahwa apapun resikonya, satu tanah, satu bangsa dan satu bahasa Indonesia adalah harga yang tidak bisa ditawar.

Terbukti 17 tahun sesudahnya, Indonesia mencapai merdeka melalui pengorbanan kaum muda saat itu untuk menjalin persatuan dan kesatuan bangsa. Hanya itu kekuatan kita melawan peralatan perang bangsa Kolonial. Mereka bersumpah dan berjuang mewujudkan Indonesia satu. Dan Indonesia merdeka karena perjuangan dan pengorbanan kaum muda mewujudkan sumpah.

Kini apakah arti kata sumpah sudah tidak memiliki makna apa-apa? Kaum muda milenium maupun platinum (generasi Y dan Z) kerap mengucapkannya namun kerap pula melanggarnya. Sudah menjadi hal yang biasa bila “sumpah gagal”. Semata bukan kesalahan kaum muda bila para panutan atau tokoh publik juga terbiasa berucap sumpah dan janji saat kampanye, namun lupa mewujudkan saat berkuasa.

Kaum muda tidak mengenal kata sumpah? In the name of God, atau “Demi Allah” saya bersumpah memang biasanya hanya diucapkan pada saat pelantikan jabatan. Kaum muda mungkin pernah sekadar mengucapkan namun tidak mengerti. Seperti yang sering kita dengar bagaimana kaum muda now bersumpah, “Sumpah! Ciyus? Miapa? Mioyeng…”

See, tidak berani mengatasnamakan sesuatu yang ia hormati. tidak “demi Allah” atau tidak pula “demi almarhum bapakku”, misalnya. Dan “akad” tersebut diterima apa adanya sehingga lama-lama menjadi hal lumrah. Yang menarik, kaum muda now diyakini lebih bersumpah kepada dirinya sendiri ketimbang untuk orang lain.

Tipikal generasi now terutama generasi z adalah mereka sangat kreatif memanfaatkan segala yang ada sehingga mereka mampu bertahan hidup. Mereka bukan generasi yang apatis ataupun pesimis, yang selalu memandang segala sesuatu dengan sinisme. Generasi Z berkeyakinan mereka mampu menghadapi dan mengatasi masalah apapun.

Tingkat kemandirian mereka sangat tinggi apalagi difasilitasi oleh kecanggihan teknologi yang ada. Mereka mampu berkomunikasi dengan lingkungannya. Mereka selalu bersikap optimis dan positif, karena yakin dengan kemampuannya. Mungkin sumpah mereka bunyinya sebagai berikut, “Sumpah, saya pasti bisa!”

Reporter: KilatNews

Tag