Membangun Masa Depan Siswa yang Berkarakter melalui Pengajaran Sastra
Oleh : Nur Ngaeni
Scroll Untuk Lanjut Membaca
KilatNews.Co – Masa depan adalah segala hal yang dipikirkan akan terjadi berdasarkan kenyaataan yang kita lakukan masa kini. Masa depan itu memang misteri yang seringkali kita prediksi, tetapi tidak ada yang bisa menjamin akan tercapai sesuai dengan harapan. Pikiran kita selalu melintas ke masa depan, berpikir membangun kondisi seperti apa yang kita inginkan.
Masa depan itu milik semua orang. Semua berhak merancang masa depan. Semua berhak berimajinasi atas masa depannya. Karena masa depan itu milik semua bangsa. Pada dasarnya semua orang selalu mengkhawatirkan persoalan masa depan. Semua tentang masa depan pada intinya adalah perihal usaha dan tanggung jawab yang kita lakukan dan akhirnya kembali kepada kita.
Lewat pengajaran sastra pada pendidikan sekolah menengah, bisa menjadi salah satu jalan untuk membangun masa depan siswa. Pengajaran sastra melalui kelas sastra dilaksanakan dengan tujuan untuk membincangkan segala hal kehidupan yang dimuat dalam karya sastra. Pada prosesnya, pengajaran sastra membicarakan berbagai hal tentang kehidupan yang dapat menjadikan cermin bagi semua yang terlibat di dalamnya.
Proses pengajaran sastra tidak luput dari peran guru sastra yang memiliki kemampuan mengajak para siswa berdialog dengan segala hal yang terdapat pada teks. Segala upaya pikir dan hati ditumpahkan untuk memberikan peluang kepada siswanya agar terlibat secara penuh dengan peristiwa yang terjadi pada teks sastra; prosa, puisi, dan drama. Kompetensi seperti inilah yang harus dimiliki oleh seorang guru sastra.
Mengajarkan bahasan sastra bukan perihal mudah. Teks sastra memiliki kekhasannya masing-masing. Unik dalam hal isi dan cara menyampaikannya, meskipun berasal dari satu pengarang yang sama. Oleh karena itu, siswa perlu dibekali banyak pembelajaran sastra dan kekuatan diri dalam hal menghadapi kemungkinan di dunia nyata.
Pengajaran sastra adalah penyampaian dan penularan ilmu mengenai suatu ciptaan dari proses kreativitas dengan menggunakan bahasa sebagai medianya. Pengajaran sastra di sekolah tentunya diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk bisa berkomunikasi dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulisan, serta menumbuhkan rasa apresiasi terhadap suatu karya sastra.
Sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu fungsi pendidikan adalah mengembangkan kemampuan dan membangun watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pendidikan kejiwaan yang berorientasi pada pembentukan karakter bangsa dapat diwujudkan melalui pengoptimalan pengajaran sastra di sekolah. Untuk membentuk karakter bangsa ini, sastra diperlukan sebagai salah satu media atau sarana pendidikan kejiwaan. Sebab sastra mengandung nilai etika dan moral yang berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia. Sastra tidak hanya berbicara tentang diri sendiri , tetapi juga berkaitan dengan Tuhan, alam semesta, dan juga masyarakat. Sastra mengungkap banyak hal dari berbagai segi.
Dalam pengajaran sastra, menurut Lustantini Septiningsih berbagai genre sastra mengandung nilai tersendiri. Genre sastra yang mengandung nilai literer-estetis adalah genre sastra yang mengandung nilai keindahan, keelokan, kebagusan, kenikmatan, dan keterpanaan yang dimungkinkan oleh segala unsur yang terdapat dalam karya sastra.
Dengan nilai-nilai tersebut, diharapkan karakter bangsa yang tebentuk adalah insan Indonesia yang memiliki rasa keindahan, ketampanan, dan keanggunan dalam berpikir, berkata, dan berperilaku sehari-hari. Genre sastra yang mengandung nilai humanistis adalah genre sastra yang mengandung nilai kemanusiaan, menjunjung harkat dan martabat manusia, serta menggambarkan situasi dan kondisi manusia dalam menghadapi masalah. Kehadiran karya sastra semacam ini diharapkan dapat membentuk kearifan budaya bangsa Indonesia yang memiliki rasa perikemanusiaan yang adil, beradab, dan bermartabat.
Genre sastra yang mengandung nilai etis dan moral dalam karya sastra mengacu pada pengalaman manusia dalam bersikap dan bertindak, melaksanakan yang benar dan yang salah, serta bagaimana seharusnya kewajiban dan tanggung jawab manusia dilakukan yang tentunya diharapkan dapat menjadi wahana pembentukan karakter bangsa yang lebih mengutamakan etika dan moral dalam bersikap dan bertindak sehari-hari.
Sastra dengan genre religius menyajikan pengalaman spiritual, karena semua sastra pada awalnya digunakan sebagai sarana berpikir dan berzikir kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hadirnya sastra ini dapat membentuk karakter bangsa Indonesia sebagai insan yang religius, penuh rasa berbakti, beriman, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Untuk menjadikan sastra sebagai bentuk pengajaran yang akan menjadi pembangun masa depan siswa, tidak serta merta dapat terwujud dengan sempurna. Tentunya banyak rintangan yang harus dihadapi dan berbagai bentuk evaluasi harus dilakukan. Siswa yang berkarakter sangat dibutuhkan dalam proses membangun masa depan.
Membangun masa depan yang berkarakter, menurut pendapat Lickona (2012:85) mengemukakan bahwa komponen karakter yang baik terdiri dari pengetahuan moral, perasaan moral, dan tindakan moral. Melalui karakter kita juga dapat mengukur dan menilai watak dan perilaku seseorang. Mu’in (2011:211) berpendapat bahwa ada enam karakter utama pada diri seseorang yang dapat digunakan untuk mengukur dan menilai watak dan perilakunya. Enam karakter utama itu disebut sebagai pilar-pilar karakter manusia, diantaranya sebagai berikut.
- Penghormatan (Respect), yang ditunjukkan dengan sikap sopan santun juga membalas kebaikan orang lain.
- Tanggung jawab (Responsibility), yaitu perilaku menghendaki diri untuk mengenali apa yang kita lakukan karena itu bertanggung jawab terhadap apa yang telah kita perbuat.
- Kepercayaan (Truthworthiness), yang juga ikut membentuk karakter manusia karena ketika kepercayaan hilang, orang akan berinteraksi dengan kebohongan.
- Keadilan (Fairness), merupakan kewajiban moral. Keadilan merujuk pada aspek kesamaan atau memberikan hak-hak orang lain secara sama tanpa membeda-bedakan.
- Kepedulian dan Kemauan Berbagi (Caring), sifat yang membuat pelakunya merasakan apa yang dirasakan orang lain, mirip dengan solidaritas.
- Kesadaran Berwarga-negara (Citizenship Civic Duty), merupakan nilai-nilai yang harus diajarkan pada individu-individu sebagai warga negara yang memiliki hak sama dengan warga negara lainnya. Nilai-nilai sipil harus dijaga agar suatu masyarakat dalam sebuah negara tidak melanggar hak-hak warga negara lainnya.
Membangun masa depan siswa lewat pengajaran sastra memang memerlukan komponen pembantu untuk menciptakan masa depan yang cemerlang. Berbagai hal tentang kehidupan yang dibicarakan melalui pengajaran sastra, dapat diambil dan diterapkan dalam kehidupan. Dengan terciptanya kreativitas, membuat pemikiran siswa lebih terbuka dan akan memberikan satu ciri khas dasar dalam pembentukan karakter. Siswa yang berkarakter akan memberikan kontribusi atau pengaruh yang cukup besar terhadap capaian dalam membangun masa depan.
Nur Ngaeni. Penulis adalah Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta
Tinjauan Pustaka
Rozak, Abdul. “MEMBANGUN MASA DEPAN SISWA MELALUI KELAS SASTRA.” OSF Preprints, 11 Dec. 2017. Web.
Lustantini Septiningsih. “Mengoptimalkan Peran Sastra dalam Pembentukan Karakter Bangsa.” Diakses pada 12 Oktober 2021, dari https://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/content/mengoptimalkan-peran-sastra-dalam-pembentukan-karakter-bangsa
Yeni Ernawati. “MEMBANGUN KARAKTER MELALUI PEMBELAJARAN SASTRA: PROBLEMATIKA PEMBINAAN KARAKTER.” Vol. 11, No. 1, Juni 2018, 49-60.