Teknik Wawancara yang Perlu Diketahui Para Host
Oleh : Agung Wibawanto
KilatNews.Co – Mas Gibran, #biasaaja jangan terpancing dengan keponya mbak host (Najwa Shihab) ya, eh… Terbukti kali itu, nampaknya mbak host “blangkemen” berhadapan dengan anaknya tukang kayu yang tidak pernah terpancing erosi meski mau disudutkan kayak apapun. Tujuan mbak host cuma satu, bikin narsum emosi kemudian dia akan curhat dan menyampaikan informasi yang sesungguhnya.
Pada umumnya (narsum yang lain), antara yang sebenarnya terjadi memang biasanya disampaikan berbeda (disembunyikan). Maka banyak cara yang dilakukan host agar bisa mengorek keterangan secara jujur. Itu pekerjaan sulit memang. Berikut akan dibeberkan rahasia perbedaan antara host seperti Andy Noya dengan mbak host, terkait dengan tekniknya.
Ini memang teknik wawancara atau interview pada umumnya yang harus diketahui dan dikuasai oleh jurnalis (terutama di depan publik, agak berbeda memang kalau interview eksklusif atau pribadi tidak dilihat langsung oleh publik). Hanya ada dua teknik yang kemudian tinggal dikembangkan dengan melihat kondisinya. Berikut beberapa tekniknya:
1. Buat narsum merasa senyaman mungkin.
Teknik ini yang biasa digunakan oleh host seperti Andy Noya. Ia menempatkan host sebagai mitra bicara yang posisinya sejajar, bahkan mungkin diletakkan sedikit di atas (diajeni). Yang pasti ia tidak menempatkan dirinya berada di atas narsum.
Host seperti ini tidak akan bersikap menggurui atau bahkan merasa lebih tahu atau menguasai ketimbang narsumnya. Mengapa, karena ia berangkat dari posisi tidak tahu apa-apa kemudian ingin menggali informasi terkait dengan apa yang dilakukan dan atau diyakini oleh narsum. Jadi, tujuannya benar-benar ingin menggali info.
Bukan untuk membanding-bandingkan informasi yang didapat (konfrontasi), apalagi men-judge info (baik atau buruk). Andy tidak akan beropini ataupun mengarahkan keyakinan narsum. Ia membiarkan saja apapun jawaban yang diberikan narsum, bahkan tidak memotong-motong penjelasan.
Ia dengan sabar membiarkan narsum bicara panjang. Karena keyakinan Andy, publik ingin mendengar penjelasan narsum, bukannya menonton dirinya. Karena kalau cuma menonton dirinya pasti publik sudah bosan, apalagi kalau cuma tampil sendiri melakukan monolog mewawancarai kursi kosong?
2. Buat narsum merasa tertekan.
Teknik ini juga memang biasa dilakukan jurnalis dalam menggali fakta ataupun mendapatkan informasi yang dimiliki oleh narsum. Teknik ini mirip dengan interogasi yang biasa dilakukan oleh penyidik kepolisian. Apakah boleh dilakukan jurnalis?
Boleh, sepanjang diterapkan kaedah-kaedah atau etika jurnalistik. Misalnya, (kalau wawancara tidak di depan publik) tidak boleh menggunakan kekerasan fisik, tidak mengancam, tidak merendahkan dan atau melecehkan, tidak menyuap ataupun memberi janji atau iming-iming. Tentu beda dengan model introgasi aparat militer kepada mahasiswa aktivis di era orde baru (jangan pingin tahu deh, sadis pokoknya).
Teknik ini dilakukan dengan asumsi bahwa ketika orang merasa tertekan maka ia akan berkata jujur, tidak berbohong, atau ketika berbohong akan ketahuan kontradiksi dengan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan berikutnya. Jadi, tekniknya memang harus dicecar terus bahkan sampai narsum jatuh mentalnya dan bisa juga kemudian “keceplosan”.
Akhirnya narsum pasrah dan mengaku yang sejujurnya. Teknik ini berbeda segalanya dengan teknik yang pertama. Utamanya, host sudah belajar menguasai materi yang akan dibahas sebelumnya. Host juga telah memiliki asumsinya sendiri yang coba diarahkan. Sudah pula membuat salinan pertanyaan yang akan diajukan, biasanya yang tendensius dan mengarahkan.
Teknik ini tidak terlalu menganggap jawaban narsum sebagai sesuatu yang penting, bukan menjadi tujuannya. Tujuan teknik ini adalah, agar narsum tidak menyangkal dan mengakui asumsi yang dibuat host melalui pertanyaan-pertanyaannya. Jika narsum ‘kalah’ dan semacam mengiyakan apa yang ditanyakan host (sesungguhnya hanya berupa asumsi-asumsi yang mengarah), maka disitulah keberhasilan host dan akan memudahkan baginya menyimpulkan.
Nah kemudian, bedakan antara gaya mb host yang menggebu-gebu dan kadang sedikit emosi juga suka memotong jawaban narsum, dengan Andy Noya yang lebih berhati-hati setiap kali bertanya. Terlihat dengan cara menyampaikannya yang tidak cepat dan seperti perlu waktu untuk memilih diksi yang tepat. Tujuannya agar narsum paham yang dimaksud dan tidak membuat tersinggung perasaan.
Untuk itu program Kick Andy jarang yang live karena perlu pula dilakukan beberapa pengeditan. Saat ia liputan dengan mewawancarai narsum di lapangan misalnya, ia bahkan memotong beberapa dialog karena narsum meminta untuk off the record. Well, itulah dua host populer tingkat nasional yang berbeda karakter yang bisa dipelajari oleh publik.
Perbedaan ini juga bisa anda pelajari dengan mengulik latar belakangnya sih, seperti track record atau pengalamannya, jam terbangnya, belajarnya dari mana, bahkan di media mana mereka muncul. Point’ utama atau pesan saya kepada jurnalis muda ataupun calon jurnalis, jurnalis itu tugas utamanya mengabarkan (mewartakan/publisitas).
Untuk itu jurnalis butuh informasi dengan cara penggalian fakta baik melalui observasi maupun wawancara. Jika jurnalis memiliki asumsi itu sudah pasti (silahkan saja), tapi simpan untuk diri sendiri. Sebagai jurnalis ia tidak boleh memiliki pretensi dan kepentingan apapun selain memberitakan fakta kepada publik.
Pastinya, jurnalis bukan aparat keamanan, bukan jaksa ataupun hakim, bukan pula Tuhan. Jurnalis adalah sebuah profesi biasa sama dengan profesi lainnya. Tidak ada profesi yang lebih hebat ketimbang profesi lainnya. Semuanya dibutuhkan masyarakat. Maka, jadilah jurnalis yang baik dengan selalu menghargai orang lain.