4 Cara untuk Membangun Karakter Dalam Islam

4 Cara untuk Membangun Karakter Dalam Islam
Ilustrasi: ( matponjot dari Pixabay)

4 Cara untuk Membangun Karakter Dalam Islam

Oleh : Hana Nusaibah

Kilatnews.co- Ajaran Islam tidak membiarkan manusia melakukan tindakan atau perbuatan tercela. Nabi Muhammad SAW sendiri diutus dalam upaya menyempurnakan akhlak manusia. Mukmin adalah orang yang mempunyai akhlak paling baik.

Dalam Islam  disebutkan Nabi Muhammad memiliki akhlak yang agung: “Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur.” (QS Al-Qalam: 4). Akhlak terpuji seperti dicontohkan Rasulullah diantaranya, menjaga amanah, dapat dipercaya, bersosialisasi dan berkomunikasi efektif dengan umat manusia sesuai harkat dan martabatnya, membantu sesama manusia dalam kebaikan, memuliakan tamu, menghindari pertengkaran, memahami nilai dan norma yang berlaku, menjaga keseimbangan ekosistem, serta bermusyawarah terlebih dulu dalam segala urusan untuk kepentingan bersama.

Baca Juga:

Jangan Menyerah, Pertolongan Allah Itu Pasti

Keberadaan Nabi Muhammad SAW selaku utusan Allah kepada umat manusia pada intinya dapat disimak dari ucapan beliau: “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.” (HR Al-Baihaqi dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu).

Sabda Rasulullah diatas menunjukkan tiada lain bahwa kehidupan manusia ini semestinya bersandar pada segala perilaku positif dan tindakan terpuji. Karena itu semua bagian dari sebuah akhlak yang mulia.

Dalam Islam kedudukan akhlak sangat penting, ia merupakan “buah” dari pohon Islam  berakarkan akidah dan berdaunkan syari’ah. Maka dari itu sangat penting untuk membangun karakter agar memiliki akhlak yang terpuji.

Berikut 4 Cara untuk Membangun Karakter Dalam Islam : 

  1. Keteladanan

Allah menutus Rasul Nabi Muhammad SAW menjadi teladan yang baik bagi umatnya, maka pendidikan terbaik itu adalah dengan keteladanan. Artinya sebaik baiknya kita, sehebat-hebatnya kita, sepintar pintarnya kita, kita tidak akan bisa maksimal untuk memberi, atau menyampaikan sesuatu yang baik kalau kita saja tidak mencontohkannya atau melakukannya dengan berprilaku terpuji.

Sebelum kita memberi tahu kepada orang lain, menasihati orang, yang paling utama adalah kita melakukannya terlebih dahulu. Seperti dalam Q.S An-Nahl ayat 125 :

“Ajaklah siapapun ke jalan Tuhan-Mu untuk beriman, ke jalan Allah SWT dengan hikmah dan juga dengan pengajaran yang baik.”

Artinya, pengajaran yang baik pun tidak akan berjalan kalau tidak ada yang namanya teladan. Kalau hanya ilmu yang di transfer, tidak akan cukup. Karena itu, untuk membangun karakter diri kita, maka harus tetapkan terlebih dulu siapa yang kita teladani. kalau kita sudah menetapkan itu, insyaaAllah kita bisa dengan mudah membangun karakter.

  1. Menghargai Diri Sendiri / Bersyukur

Di mulai dari menghargai diri sendiri atau bersyukur dengan apa yang kita miliki, artinya kita semua mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Gak mungkin yang kita punya hanya kekurangan. Kalau terlalu banyak kekurangan dalam diri kita, itu adalah kelebihan kita. Kelebihan adalah banyaknya kekurangan. Dan kekurangannya adalah nggak punya kelebihan. Sehingga setiap manusia nggak ada yang tak punya kelebihan dan kekurangan. Kita semua pasti punya kelebihan dan kekurangan.

Buya Hamka pernah berkata, Kita itu adalah makhluk sosial. Makhluk sosial itu makhluk yang mampu atau yang pandai bersosialisasi. Maksudnya manusia itu semuanya harus bersinergi. Kita nggak bisa hidup sendiri.

Karena sesungguhnya manusia Allah ciptakan dengan kondisi yang terbaik dalam sebaik-baiknya bentuk. Andai kata engkau merubah atau kita merubah bentuknya entah ada alasan syar’i dan tanpa ada udzurnya, kita ubah bentuknya itu bisa jadi, kita tidak akan menjadi kita yang sebenarnya.

Yang paling penting selain keteladanan adalah menghargai diri sendiri. Menghargai diri sendiri, dan apa yang kemudian Allah telah berikan kepada kita, kita terima, kita syukuri, kita manfaatkan sebaik baiknya, dan kita maksimalkan potensi yang kita miliki.

  1. Menetapkan Prinsip dalam Diri Kita

Prinsip ini penting bagi manusia karena prinsip adalah tujuan yang menentukan jalan hidup kita. Seperti yang kemudian dicontohkan oleh Ashabul Kahfi. Ketika kebanyakan orang berdo’a sama Allah, lebih mengutamakan keinginannya ketimbang ketaatannya, dan jarang mempertimbangkan ketaatan. Tapi berbeda dengan prinsip Ashabul Kahfi dimana memiliki prinsip yang luar biasa. Pokoknya apapun yang terjadi, apapun yang engkau kasih, asalkan itu bentuk rahmat atau kasih sayang dari Allah yaudah beres.

“Ya Tuhan kami. Berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah petunjuk yang lurus bagi kami dalam urusan kami.” {QS. Al Kahfi : 10}

Minta Rahmat, Rahmat itu adalah kasih sayang. Jadi kasih sayang itu pasti bentuknya memenuhi kebutuhan kita. Beda kalau, misalnya kita minta sama Allah, mungkin yang kita minta keinginan. Padahal belum tentu yang kita inginkan itu adalah kebutuhan kita. Sedangkan, kasih sayang: segala kasih sayang itu pasti bentuknya adalah apa yang kita butuhkan.

Prinsip yang benar itu adalah sesuatu yang kita tetapkan berdasarkan yang pasti. Jadi prinsip hidup itu harus yang pasti. Contoh: Ashabul Kahfi, prinsip hidupnya adalah IMAN. Kalau sudah iman, segala sesuatu yang Allah kasih pasti, karena yang kita harapkan adalah zat yang maha pasti. Dan Allah janjikan petunjuk tambahan kepada orang orang yang beriman dengan sebenar-benar iman kepada Allah SWT.

  1. Berdamai dengan Masa Lalu

Bagaimana cara membentuk karakter diri berdamai dengan masa lalu?

Kita tau, pasti semua manusia mempunyai masa lalu yang berbeda beda. Masa lalu tidak perlu untuk dihilangkan, tapi berdamailah dengan masa lalu. Masa lalu itu ada, tidak untuk di lupakan. Tapi untuk menjadi pelajaran buat kita dan untuk menjadi bekal agar tidak ada orang yang melakukan itu lagi nantinya.

Berdamai dengan masa lalu. Kita mampu menjadikan masa lalu sebagai tolak ukur. Kalau misalnya sekarang saya lebih jauh dibawah dari hari ini, berarti saya sudah jauh lebih buruk dari pada masa lalu. Bahwa titik tertinggi saya ketika di masa lalu, ketika saya bisa mencapai titik yang lebih tinggi dari pada ini maka saya bisa di katakan sudah menapaki jalan-jalan menuju kesuksesan. Jadi seperti itu lah pembentukan diri kita.


Hana Nusaibah. Penulis adalah  Mahasiswa STEI SEBI, Depok