Memahami Integritas
Oleh: Agung Wibawanto
Kilatnews.co- Integritas termasuk kata yang sering diucapkan namun tidak banyak diketahui maknanya, apalagi dilaksanakan. Banyak ahli yang coba mendefinisikan, tapi sering pula orang justru bertambah bingung. Apakah integritas adalah bagian dari karakter? Ataukah integritas itu sama dengan karakter? Ataukah justru integritas berada di atas karakter?
Integritas dan karakter sekilas memiliki kesamaan, namun berbeda. Sama-sama berkait dengan sifat seseorang, bawaan dalam kepribadian seseorang, sesuatu yang tidak terlihat dan sulit mengukurnya. Karakter berbicara soal “bagaimana orang melihat diri Anda”, sedangkan integritas bicara soal “bagaimana diri Anda sesungguhnya”.
Baca Juga:
Karakter adalah sesuatu yang dapat dibentuk melalui pembiasaan (bisa karena biasa), dengan demikian dapat pula berubah (adu kuat antara pembiasaan baik dengan yang buruk, biasanya faktor lingkungan). Sementara integritas sesuatu yang sudah melekat permanen di dalam diri seseorang (bisa karena ada).
Integritas adalah bersatunya antara hati, pikiran dan tindakan yang saling integral menjadi satu kesatuan utuh (terhadap sesuatu yang baik tentunya). Dengan begitu, integritas lebih merupakan respon dari dirinya untuk dirinya sendiri (sering pula disebut dengan tanggungjawab). Sedangkan karakter adalah respon dari seseorang kepada orang lain ataupun kelompok lain (disebut kewajiban).
Artinya apa? Jika seseorang memiliki integritas, maka ia melakukan sesuatu bukan karena kewajiban, ataupun adanya peraturan, ataupun karena disuruh/diperintah, melainkan karena tuntutan ataupun panggilan jiwanya sendiri. Seorang yang berkarakter belum tentu berintegritas, Dan seseorang yang memiliki integritas sudah pasti berkarakter.
Baca Juga:
Jokowi Bantu Sumbar, Mahyeldi: “Saya Terkejut, Presiden Penuh Perhatian”
Kini kita coba memberi contoh agar tidak membingungkan. Jika banyak teori tanpa contoh, maka bisa dianggap hoax… Ambil contoh seorang karyawan yang memiliki karakter tertib dan disiplin dalam bekerja. Ia datang selalu tepat waktu, fokus, menggunakan serta menjaga semua inventaris kantor, dsb. Intinya sesuai dengan peraturan yang ada, hingga juklak juknisnya.
Namun pada saat rekan sejawat sedang mengalami masalah yang berpotensi merugikan perusahaan, sementara waktu kerjanya sudah habis, ia memilih pulang tidak membantu rekannya, meskipun sesungguhnya ia bisa membantu. Ia berkata, “Maaf, itu bukan urusan saya”, atau, “Maaf, waktunya saya untuk pulang”.
Seorang yang memiliki integritas akan mengutamakan “panggilan hatinya”, bahkan kadang jika perlu menabrak aturan. Baginya menolong orang adalah sebuah panggilan hati/jiwa (baca: pengabdian), apalagi jika ia merasa bisa membantu. Berbuat kebaikan baginya tidak harus dengan alasan yang macam-macam, melainkan karena keharusan.
Membentuk integritas yang baik cenderung mustahil. Yang bisa dilakukan adalah membiasakan perbuatan baik serta menciptakan lingkungan yang baik. Dengan demikianpun, kebiasaan dan lingkungan yang diterima bisa berubah kemudian merubah kebiasaan semula. Namun sebuah integritas tidak akan berubah dalam kondisi dan situasi apapun.