Mengenal 3D: Negosiasi Dalam Islam
Oleh: Rupaidha Ummi Hanifah
Negosiasi atau biasa kita kenal dengan istilah tawar menawar merupakan sesuatu yang sudah lazim, kerap kita jumpai dalam kehidupan sehari hari. Negosiasi bentuk interaksi sosial antara dua atau lebih orang, maupun antara satu kelompok dengan kelompok lainnya, dengan kebutuhan atau tujuan berbeda untuk mencapai suatu kesepakatan atau solusi. Negosiasi dapat pula diartikan sebagai proses penyelesaian sengketa dengan jalan berunding diantara orang-orang yang saling berselisih.
Dalam islam, hukum negosiasi atau tawar menawar, berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist diperbolehkan. Dengan syarat dijalankan sesuai syariat Islam. Sebagaimana dalam hadits riwayat muslim, Rasulullah pernah melakukan perdagangan dengan tawar menawar.
Diriwayatkan dari Anas “Rasulullah pernah menjual anak panah dan alas pelana dengan tawar menawar”. (H.R Muslim)
Dari Hadist tersebut bahwasanya pada zaman Rasulullah, beliau pernah mempraktikkan kegiatan tawar menawar dalam jual beli.
Kemudian, dijelaskan juga dalam Al-Qur’an pada Q.S An-Nisa ayat 2 yang artinya
“….kecuali dengan jalan perdagangan suka sama suka di antara kamu”
Dalam Al- Qur’an pun sudah jelas bahwasanya dalam transaksi antara kedua belah pihak harus didasari suka sama suka. Artinya dalam negosiasi, tidak diperkenankan untuk saling merugikan satu sama lain, atau ada salah satu pihak yang dirugikan.
Negosiasi merupakan proses menuju terjadinya transaksi. Pada prinsipnya negosiasi dan transaksi harus di dasari suka sama suka, itupun dengan ketentuan syariat islam. Seperti transaksi hanya pada barang atau objek yang halal saja, dilarang keras transaksi pada barang haram walaupun didasari suka sama suka, tidak adanya riba tidak ada cacat, dan tidak adanya gharar dalam transaksi jual beli tersebut.
Lalu, bagaimana langkah langkah dalam memulai negosiasi?
Dalam buku 3D Negotiation karya David lax dan James K Sebenius berpendapat bahwa “dengan membangun dan mempertahankan berbagai perspektif tentang proses tawar-menawar. Anda akan menjadi negosiator yang jauh lebih sukses”. Mereka mengembangkan kerangka kognitif dan serangkaian proses komprehensif yang disebut sebagai “negosiasi 3D”.
Dimensi pertama, Taktik .
Biasanya taktik ini dalam penerapannya, dilakukan diatas meja antara kedua belah pihak yang saling bernegosiasi. Dalam taktik diperlukan komunikasi yang baik, guna membangun kepercayaan pada pihak lawan. Secara umum, taktik pertama-tama harus bertujuan untuk menciptakan nilai melalui pemecahan masalah bersama, dan kemudian fokus pada klaim nilai, menggali informasi dengan cara bertanya, mendengarkan pihak lawan, dan diarahkan secara strategis dengan gaya persuasif. Dan jadilah jembatan atas perbedaan kepentingan antara negosiator dan lawan.
Dimensi kedua, Desain Kesepakatan.
Desain kesepakatan ini dirancang di dalam maupun diluar meja. Dimana kedua belah pihak yang memiliki kepentingan di desain untuk menemukan jalan tengah, sehingga negosiator perlu menyelidiki kepentingan lawan. Ide dasarnya adalah bahwa kepentingan adalah hal-hal yang diinginkan para pihak di luar negosiasi. Sedangkan posisi adalah sikap yang diambil pihak-pihak terkait dengan masalah yang dihadapi. Karena posisi dapat diubah tanpa mengubah kepentingan yang diwakilinya. Posisi yang tidak sesuai dapat diubah menjadi yang kompatibel.
Teknik dovetailing menggunakan perbedaan kepentingan untuk menciptakan lebih banyak nilai bersama. Penting untuk membuat kesepakatan yang bertahan lama, karena minat negosiator kemungkinan besar tidak akan dipenuhi oleh kesepakatan yang tidak bertahan lama.
Untuk membuat kesepakatan bertahan lama, penting sekali merancang akomodasi untuk perubahan yang dapat diprediksi ke dalam perjanjian. Dalam dimensi kedua ini, seorang negosiator dituntut untuk menciptakan nilai yang lebih baik, juga berkelanjutan agar negosiasi bisa berjalan, dan menciptakan kesepakatan yang di inginkan.
Dimensi ketiga, pengaturan
Pengaturan terjadi “jauh dari meja” sebelum negosiasi dimulai dan terdiri dari ruang lingkup, urutan, dan proses negosiasi. Ruang lingkup mengacu pada siapa dan apa dari negosiasi. Untuk mengatur ruang lingkup negosiasi, negosiator 3-D mengembangkan “peta semua pihak”. Peta ini terdiri dari satu set lengkap pihak-pihak yang bernegosiasi, baik potensial maupun aktual.
Peta tersebut juga harus mencakup kepentingan para pihak, hubungan mereka satu sama lain, manfaat minimum dan biaya maksimum yang bersedia diterima oleh masing-masing pihak (juga disebut sebagai opsi kesepakatan/tanpa kesepakatan mereka).
Peta ini kemudian harus digunakan untuk menganalisis urutan yang tepat dari, dan proses untuk negosiasi. Dalam analisis urutan, penting untuk mempertimbangkan apakah negosiasi harus dilakukan secara terbuka atau tertutup. Dan apakah semua pihak harus segera diikutsertakan. Misalnya, mungkin bermanfaat untuk memulai pembicaraan pribadi dengan berbagai pihak, sebelum membawa semua orang bersama-sama untuk negosiasi publik, atau mungkin lebih baik untuk segera memulai negosiasi dengan semua pemangku kepentingan
Dalam negosiasi 3D membutuhkan pengembangan strategi, dan proses yang berkelanjutan. Proses negosiasi setidaknya melewati lima tahapan, yaitu persiapan, pertukaran informasi dan validasi, tawar-menawar, penyimpulan, dan pelaksanaan hasil negosiasi.
Pada penerapan negosiasi ini, kita diharuskan menggali informasi dan menentukan kemungkinan kemungkinan masalah yang akan di hadapi dalam negosiasi beserta solusinya. Agar dalam praktiknya dapat lebih memahami tujuan serta fokus sebagai negosiator atas tujuan tujuan terbaik yang ingin dicapai. Arahkan pihak lawan untuk sama-sama mengambil jalan tengah yang memberikan value terbesar bagi kedua belah pihak.
Rupaidha Ummi Hanifah. Penulis adalah Mahasiswi STEI SEBI, Depok.