Kilatnews.co – Naiknya harga BBM sejak tanggal 3 September 2022 lalu, menimbulkan dampak kerugian cukup besar bagi masyarakat, terutama yang kurang mampu.
Kenaikan harga BBM sendiri dipicu oleh faktor melonjaknya harga minyak dunia serta volume ketersediaan yang semakin menipis, sehingga dengan penyesuaian harga Pemerintah berharap mampu menjamin ketersediaan hingga akhir tahun serta mencegah kebocoran APBN untuk subsidi energi yang melebihi 502 triliun rupiah.
Merespon hal tersebut, Forum BEM se-DIY (FBD) akan menggelar demonstrasi bertajuk ‘September Melawan’ sebagai peringatan bahwa kebijakan kenaikan harga BBM ini merupakan kebijakan yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat dan patut untuk dikritisi.
Aksi akan digelar di pertigaan Gejayan dengan melibatkan mahasiswa dari berbagai kampus. Mereka membawa berbagai atribut serta membentangkan spanduk berisi tagar #NKRIHargaNaik #KorbanJanjiPemerintah kepada masyarakat umum.
Koordinator Umum (Kordum) Forum BEM se-DIY, Abdullah Ariansyah dari Institut Teknologi Yogyakarta (ITY) menyampaikan, “kami menggelar aksi ini sebagai rangkaian dari berbagai aksi lainnya di Yogyakarta. Kita buat tiada hari tanpa aksi di Yogya untuk terus menjaga nafas perjuangan dan memberi tekanan kepada pemangku kekuasaan bahwa kebijakan yang diambil salah besar dan harus ditinjau kembali.” Ungkap Abdullah Ariansyah.
Di saat geliat pemulihan ekonomi baru kembali tumbuh, naiknya harga BBM menjadi hantaman baru yang memaksa harga bahan pokok dan transportasi turut mengalami kenaikan.
Selain itu, krisis energi yang terjadi juga nyatanya diakibatkan oleh kegagalan Pemerintah itu sendiri dalam mengkalkulasi dan mengantisipasi kondisi yang mesti diperhitungkan. Misalnya dalam menentukan asumsi Pertalite (sebagai BBM dengan konsumsi tertinggi), volume yang digunakan hanya 23 juta kiloliter atau sama dengan realisasi pada tahun 2021.
“Lah kalau begitu kan seakan-akan gak ada political-will untuk menggenjot pemulihan ekonomi, juga mengabaikan pertumbuhan 5% yang berimbas pada peningkatan industri dan transportasi.” imbuh Muhammad Khalid, Ketua BEM KM UGM selaku Pj. Kajian dalam aksi ini.
Sebagai kompensasi dan jaring pengaman, Kementerian Sosial (Kemensos) telah menganggarkan 24,7 triliun rupiah untuk bantuan sosial bagi masyarakat kurang mampu. Akan tetapi tanggapan dari kordinator aksi saudara Dandung junus tisio, menganggap hal ini hanya sebatas jadi ‘pemanis’ jangka pendek serta rawan menimbulkan masalah baru. Persoalan yang dimaksud tidak jauh dari ‘penyakit lama’ berupa ketidaktepatan data, korupsi berupa pemotongan dan pungutan liar, dan tidak terakomodasinya kelompok menengah rentan yang terpuruk akibat inflasi namun masih dianggap mampu dari segi penghasilan.
Lebih jauh, Dulah selaku Kordum FBD mempertanyakan landasan pengambilan keputusan Pemerintah yang tidak logis.
“kalau alasannya karena banyak subsidi tidak tepat sasaran, kenapa malah tiba-tiba yang dinaikin harganya? Kan kasihan rakyat kecil tambah menderita. Justru penyaluran BBM bersubsidi yang harus lebih diawasi, mafia diberantas, konsumsi dibatasi, semuanya butuh ketegasan!” tegas ketua BEM DIY.
Di samping kenaikan harga BBM sebagai isu utama, Forum BEM se-DIY juga menyoroti ancaman pembatasan demokrasi melalui RKUHP yang masih mengandung pasal bermasalah dan rencana terbarunya akan disahkan pada Oktober mendatang.
Begitupun dengan berbagai polemik lainnya seperti alokasi APBN yang tidak proporsional dan justru dihabiskan untuk proyek elit yang tidak berdampak pada rakyat, semakin maraknya komersialisasi pendidikan dan mendorong perbaikan pada RUU Sisdiknas, maupun isu regional seperti TPST Piyungan dan PKL di Malioboro yang belum kunjung tuntas pemenuhan hak bagi masyarakat terdampak.