Usai rektor UI, Kini Sekjen DPR RI Indra Iskandar Rangkap Jabatan Komisaris
Kilatnews.co – Kasus double jabatan Aparatur Sipil Negara (ASN), dan Komisaris BUMN kembali mencuat ke ruang publik. Usai rektor UI, Kini Sekjen DPR RI, Indra Iskandar merangkap menjadi Komisaris PT. Badan Biro Klasifikasi Indonesia. Menurut temuan Ombudsman RI, terdapat 397 ASN, merangkap jabatan sebagai komisaris di perusahaan Plat Merah.
Merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin PNS, maka ASN dilarang rangkap jabatan menjadi direksi dan komisaris perusahaan swasta. Namun, PP itu diubah menjadi PP Nomor 53 Tahun 2019 tentang Disiplin PNS, dan tidak ada lagi larangan merangkap jabatan menjadi komisaris.
PP 53 /2019, sejak awal sudah mendapatkan banyak kritik dari berbagai organisasi kepemudaan di tanah air. Akan tetapi, pemerintah melalui Mentri BUMN, Erik Tohir, tidak menggubris usulan dari simpul gerakan KNPI dan Kepemudaan Lainya.
Berkaca pada persoalan rangkap jabatan Rektor UI, yang akhirnya memilih mundur dari Jabatannya sebagai wakil komisaris Utama PT. BRI. Kami menilai, berkah menjadi Komisaris bagi seorang ASN, atau Rektor hanya menjadi peluang bagi Mereka, mendapatkan tambahan gaji dan fasilitas tambahan di luar jabatannya sebagai ASN.
Komisaris dengan fungsinya sebagai pengawas dan memberikan masukan terhadap direksi, jika peran tersebut di ambil oleh ASN yang fungsinya memiliki tanggung jawab membantu kerja- kerja pemerintah akan menjadi terbengkalai.
Kondisi double jabatan tersebut semakin tragis. Mengingat Masih banyak jutaan warga masyarakat yang tidak, atau kehilangan pekerjaan. Dalam hal ini, tentu Langkah Mentri BUMN, yang memiliki hak dan wewenang mengangkat dan memberhentikan komisaris di perusahan negara perlu kita uji keberpihakannya.
Bagi kami, yang terhimpun dalam aliansi Masyrakat Anti Kartel (AMAK), merasa sangat kecewa atas langkah Erik Tohir, selaku Mentri BUMN. Sebagaimana Mentri BUMN sebelumnya, Jual Beli jabatan atau Penujukan jabatan komisaris selalu bermotif pada Oligarki, dengan adanya faktor kekerabatan, Utang Budi politik dan praktek keji lainya.
AMAK menilai, Presiden Semestinya mengevaluasi Mentri BUMN, atas ketidakmampuannya mengelola kementrian BUMN menjadi Kementrian yang bersih dan terbesar dari praktek Kolusi serta Kepentingan Para Kartel oligarki dalam rangka menjerumuskan Perusahaan Negara tidak mampu berdaya saing dengan perusahan swasta.
Rilis Pers Aliansi Masyrakat Anti Kartel (AMAK)